ألَسلامُ عليكم ورحمةُ الله وبركاتُهُ
Pembaca yang budiman!
Setiap manusia pasti punya keinginan. Keinginan yang diperjuangkan dengan kesungguhan hati adalah impian atau cita-cita. Impian melibatkan gelombang emosi yang menjadikan seseorang sangat terobsesi mewujudkannya dengan segala daya dan upaya yang mampu dilakukannya, sehingga ia akan berjuang sungguh-sungguh. Impian melibatkan harga diri. Seseorang bisa merasa terhina bila tidak mampu mewujudkan impian-impiannya. Berbeda dengan sekedar keinginan, seseorang merasa biasa-biasa saja bila keinginannya tidak terwujud.
Apakah semua orang menemukan jalan mudah dalam mewujudkan impian-impiannya? Kenyataannya tidak! Semua orang pernah mengalami kegagalan dalam meraih apa yang diimpikan. Riwayat orang-orang yang sukses biasanya didahului dengan berbagai macam kegagalan. Thomas Alfa Eddison misalnya, sukses menemukan lampu pijar setelah melakukan percobaan yang ke seribu kali. Ia gagal pada 999 kali percobaan sebelumnya. Setiap gagal dalam percobaannya, ia menyikapinya dengan positif dengan mengatakan: “Saya telah berhasil menemukan metoda yang tidak menghasilkan lampu pijar”. Ia kemudian mencari cara lain berulang-ulang sampai pada akhirnya menemukan cara yang yang benar. Coba kalau dia berhenti pada percobaan sebelum yang keseribu, pastilah adanya lampu pijar bukan karena penemuannya. Keuletannya untuk bangkit dari setiap kegagalan dan mencobanya hingga berhasil mengantarkannya kepada kesuksesan.
Seharusnyalah kita tidak risau dengan kegagalan karena semua orang pernah mengalaminya. Tidak mungkin hal-hal yang kita lakukan semuanya berhasil. Kita harus melaluinya sebagai bagian dari proses menuju keberhasilan. Bukankah kita telah punya pengalaman gagal berkali-kali dan selalu bangkit setelah mengalaminya? Coba Anda ingat, berapa kali waktu kecil dahulu Anda terjatuh saat belajar jalan? Pasti berkali-kali! Tak seorangpun yang langsung bisa berjalan dan berlari. Mula-mula kita belajar berdiri dengan takut-takut, terjatuh, berdiri lagi, terjatuh lagi, berdiri lagi, melangkah, terjatuh, berdiri dan melangkah lagi, dan lagi, dan lagi….Tak ingat berapa kali kita terjatuh. Yang pasti, meskipun terjatuh kita bangkit lagi dan lakukan lagi.
Kegagalan adalah bagian dari tahapan keberhasilan. Kita harus menerimanya dengan lapang dada dan penuh kesabaran. Pepatah Jepang mengatakan:
“Jika terjatuh untuk yang ke tujuh kalinya, bangkitlah untuk kesempatan yang ke delapan.”
Artinya kita harus senantiasa bangkit dari setiap kegagalan, tidak boleh lama-lama bersedih dan berhenti berjuang. Hidup ini harus diisi dengan perjuangan demi perjuangan tanpa henti, dan baru boleh berakhir ketika Malaikat Maut datang menjemput kita menuju keharibaan Allah Swt.
Saat mengalami kegagalan boleh jadi kita sedih, berduka cita, kecewa, dan merasa tak nyaman. Itu manusiawi! Yang penting jangan sampai berlarut-larut. Bila Anda mengalaminya, bersegeralah bangkit dengan mengatasi kesulitan-kesulitan yang menyebabkan kegagalan itu.
Rasulullah Saw. mengajarkan doa menghadapi kesulitan dan duka cita dengan sebuah ungkapan yang sangat indah:
“Ya Allah, aku ini adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu laki-laki dan hamba-Mu perempuan, ubun-ubunku berada dalam tangan-Mu, berlakulah atasku hukum-Mu, adillah atasku takdir-Mu. Aku memohon kepada-Mu dengan nama-nama kepunyaan-Mu, yang Engkau namai dengannya diri-Mu, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang di antara makhluk-Mu, atau yang Engkau simpan dalam perbendaharaan gaib di sisi-Mu. Jadikanlah Al- Quran menjadi kesuburan hatiku, dan cahaya bagi dadaku, dan penyirna segala kesusahan dan kesulitan, dan penghilang dukacita.”
Bersabda Nabi Saw.
“Tidaklah menimpa kepada seseorang suatu kesusahan, kalau dibacanya doa ini, melainkan akan dihilangkan Allah kesusahannya itu dan digantikan dengan kegembiraan.”( HR Ahmad, AlHakim, Ibnu Hibban )
Doa tersebut merupakan penuntun bangkit dari kesusahan dan kesulitan menuju kegembiraan. Jalannya di awali dengan pengakuan sebagai hamba Allah Swt., pernyataan tunduk kepada hukum Allah Swt. dan keyakinan akan keadilan takdir-Nya. Selanjutnya, berkomitmen menjadikan Al-Quran sebagai penyuluh hati penerang jiwa yang mengarahkan perjalanan hidupnya menghadapi segala rintangan, kesulitan, dan kesusahan hidup.
Kita harus menilai setiap apapun yang ditetapkan Allah untuk kita alami sebagai yang terbaik bagi kita, dan berani bertanggungjawab terhadap apapun hasil dan akibat dari respon yang kita berikan. Jangan sampai kita suka membuat dalih dan alasan, apalagi menimpakan kesalahan terhadap kegagalan kita dialami kepada orang lain.
Membuat alasan atau dalih sesungguhnya merupakan upaya mencari simpati agar orang lain memaklumi terhadap kegagalan yang dialami. Yang harus kita ingat, apapun alasannya kegagalan tetaplah kegagalan. Semakin pandai membuat alasan, semakin banyak toleransi untuk tetap gagal dan mengurangkan enerji untuk bangkit. Sedangkan menimpakan kesalahan kepada orang lain atas kegagalannya merupakan sikap pengecut karena tidak berani bertanggung jawab.
Orang yang berpikir positif berani mengambil tanggung jawab atas setiap kegagalan yang dialami dan mengambil pelajaran darinya. Apa yang telah terjadi padanya adalah ketentuan yang harus diterimanya dengan baik dan dirasakan adil adanya. Kegagalan tidak boleh menimbulkan dukacita berlarut-larut, tetapi justru menjadi momentum bangkit lagi.
Apa yang dilakukan Garuda Indonesia, maskapai penerbangan kebanggaan kita, dapat dijadikan contoh. Beberapa tahun lalu Garuda mendapatkan sanksi larangan terbang ke Eropa. Tentu ini merupakan kenyataan pahit. Banyak yang menyarankan agar Pemerintah Indonesia membalas sanksi tersebut dengan sanksi yang sama bagi maskapai penerbangan Eropa ke Indonesia, bahkan sampai pembekuan hubungan diplomatik.
Bagi Garuda Indonesia, di bawah kepemimpinan Emirsyah Satar, kenyataan pahit tersebut justru dijadikan momentum melakukan transformasi menjadi maskapai penerbangan yang berkelas. Garuda bangkit dari kegagalan tersebut dan bekerja keras memperbaiki diri. Hasilnya sungguh luar biasa.
Dalam Famborough International Airshow pada 2012, Garuda Indonesia mendapatkan dua penghargaan, yakni “The Best Regional Airline in Asia” dan “The World’s Best Regional Airline” dari Skytrax. Skytrax adalah lembaga yang khusus memeringkat maskapai penerbangan berjadwal dan bandara-bandara di seluruh dunia yang berbasis di London. Garuda Indonesia berhasil mengalahkan maskapai penerbangan ternama Asia seperti Singapore Airline, Malaysia Airline, Cathay Pasific, dan lain-lainya, dan menjadi yang terbaik di dunia.
Nilai seseorang tidak ditentukan oleh peristiwa apa yang terjadi padanya, tetapi oleh bagaimana responsnya terhadap peristiwa itu. Peristiwa yang dialami boleh sama, misalnya mendapat musibah yang sama atau mendapat kenikmatan yang sama. Setiap orang memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa yang dialaminya itu.
Kita tidak bisa memilih peristiwa apa yang akan kita alami karena berada di luar kendali kita, tetapi kita bisa memilih respon terhadap setiap peristiwa yang kita alami. Anda bisa merespon dengan cara positif atau negatif, semuanya terserah pada pilihan Anda. Memilih respon negatif mengantarkan Anda menjadi pecundang, dan memilih respon positif mengantar kepada kesuksesan.
Marilah kita pilih respon positif! Terhadap peristiwa yang menyenangkan kita merespon dengan bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada orang-orang yang ikut andil atas datangnya kesenangan tersebut. Terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan kita bersabar dan berprasangka baik kepada Allah, bahwa Dia mendatangkan kesulitan tersebut adalah dalam rangka memberikan kemudahan buat kita.
Merespon dengan cara negatif atas kesulitan yang kita alami tidak menjadikan lebih baik. Marah atau kesal terhadap hal-hal yang yang berada di luar kendali kita hanya menghabiskan energi dan membuat suasana hati tidak nyaman. Lebih baik dijadikan momentum untuk meraih kesuksesan yang lebih besar.
Pernahkan Anda kesal karena hujan lebat saat Anda punya janji pertemuan penting? Bagaimana kalau hujannya tidak berhenti-berhenti? Boleh jadi Anda tambah kesal dan marah. Hujan lebat tidak berada dalam wilayah kendali Anda. Kekesalan Anda tidak membuat hujan menjadi reda. Marah dan kesal memerlukan enerji besar dan membuat suasana hati tidak nyaman. Dari pada menghabiskan energi untuk kekesalan, lebih baik segera ambil jas hujan atau payung, dan Anda tetap dapat menunaikan janji serta menikmati suasana hujan. Sesuatu yang berada di luar wilayah kendali kita tidak bisa kita ubah, seperti halnya iklim dan cuaca. Kekecewaan dan kemarahan tidak akan memperbaiki suasana. Lebih baik kita mengatur respons positif yang bisa kita lakukan.
Dalih atau alasan merupakan penyumbat pembuluh darah sukses. Seseorang membuat dalih hanyalah untuk memuaskan diri sendiri agar dimaklumi orang lain bahwa kegagalan yang dialaminya merupakan sesuatu yang wajar dan ada alasannya. Ia akan membuat alasan pada saat gagal memenuhi janjinya. Tidak menghadiri rapat juga mencari-cari alasan. Hasil ujian jelek, juga ada alasannya.
Semakin Anda sering membuat dalih dan alasan, semakin jauh kesuksesan menghampiri Anda. Penyakit yang lebih parah lagi adalah menimpakan kesalahan kepada orang lain atas kegagalan yang ia alami. Penyakit ini menjadi penyumbat serius pembuluh darah sukses. Gagal ujian disalahkan dosen pengujinya, “Kenapa soalnya sulit-sulit.” Gagal berwirausaha yang disalahkan orangtuanya, “Tidak memberi modal yang cukup.” Setiap kegagalan yang dialami, yang disalahkan orang lain. Ia tidak mengambil tanggung jawab atas kegagalannya itu.
Pembaca yang budiman!
Marilah berusaha menahan diri dari menyalahkan orang lain atas masalah yang kita hadapi dan tidak membuat dalih atau alasan. Selanjutnya, senantiasa bangkit berusaha lagi. Janji Allah: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sungguh bersama kesulitan ada kemudahan”. Kita yakini janji Allah pasti terjadi, karena Dia tak pernah ingkar janji!
Bangkit dari setiap kegagalan, berani bertanggung jawab, tidak berdalih dan menyalahkan orang lain, Insya Allah kesuksesan segera menghampiri Anda!
Wallahu A’lam Bishawab
Semporna Sabah, 16 Pebruari 2014
Agus Sukaca
guskaca@gmail.com