banner 728x90

Mendahulukan Orang Tua, Perlahan, Rendahkan Suara

ADAB BERBICARA (5)

 

Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita menghormati yang lebih tua dan mengasihi yang lebih muda, bahkan siapapun yang tidak melakukannya tidak digolongkan menjadi ummat beliau (HR Ahmad, HN 21693) dari Ubadah bin as-Shamit]. Salah satu bentuk  penghormatan kepada yang lebih tua adalah mendahulukan mereka dalam berbicara.

 

MENDAHULUKAN ORANG TUA

Dalam kitab Shahih Bukhari hadits no 2937,  dari Busyair bin Yasar dari Sahal bin Abi Hatsmah berkata; “‘Abdullah bin Sahal dan Muhayyishah bin Mas’ud bin Zaid berangkat menuju Khaibar yang saat itu Khaibar terikat dengan perjanjian damai lalu keduanya terpisah. Kemudian Muhayyishah mendapatkan ‘Abdullah bin Sahal dalam keadaan gugur bersimbah darah lalu dia menguburkannya. Kemudian dia kembali ke Madinah. Lalu ‘Abdur Rahman bin Sahal, Muhayyishah dan Huwayyishah, keduanya anak Mas’ud, menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. ‘Abdur Rahman bin Sahal memulai berbicara Namun Beliau Shallallahu’alaihiwasallam berkata; “Tolong yang bicara yang lebih tua, tolong yang bicara yang lebih tua”. Dia (‘Abdur Rahman) memang yang paling muda usia diantara yang hadir, lalu dia pun diam. Maka keduanya (anak Mas’ud) berbicara”. Hadits yang serupa diriwayatkan pula oleh Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, Ahmad dan Darimi.

Hadits lain yang terdapat dalam Kitab Shahih Muslim hadits no 1603:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ قَالَ قَالَ سَمُرَةُ بْنُ جُنْدُبٍ لَقَدْ كُنْتُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غُلَامًا فَكُنْتُ أَحْفَظُ عَنْهُ فَمَا يَمْنَعُنِي مِنْ الْقَوْلِ إِلَّا أَنَّ هَا هُنَا رِجَالًا هُمْ أَسَنُّ مِنِّي

Dari Abdullah bin Buraidah ia berkata, Samurah bin Jundub berkata; “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam aku masih kecil, dan telah menghafal (beberapa hadits) dari beliau, maka tidak ada yang menghalangiku untuk berbicara kecuali karena di sini terdapat orang-orang yang usia mereka lebih tua dariku.  

Masih banyak hadits-hadits lain yang menuntunkan kita agar menghormati dan mendahulukan yang lebih tua. Dalam pergaulan sehari-hari kita berhadapan dan banyak terlibat pembicaraan dengan orang-orang yang lebih tua, sebaya, atau lebih muda. Pembicaraan yang dilakukan bisa berupa tegur sapa, perbincangan,  maupun penyampaian pesan.

Bila bertemu dengan orang yang lebih tua hendaklah kita bergegas menyapa terlebih dahulu dengan salam sebagai bentuk penghormatan, tetapi bila bertemu yang lebih muda menyapa terlebih dahulu adalah bentuk kasih sayang dan kerendah hatian kita.

Ketika  berbincang atau berdiskusi kita harus lebih banyak mendengar dari yang lebih tua dan memberikan kesempatan mereka menyelesaikan pembicaraan terlebih dahulu. Mereka memiliki pengalaman hidup di dunia lebih lama, dan mungkin saja memiliki banyak pelajaran yang bisa kita peroleh. Allah memberikan kita dua telinga dan satu mulut bisa kita maknai seharusnya kita lebih banyak mendengar daripada berbicara.  Mendengar memberikan kesempatan lebih banyak memperoleh manfaat dari orang lain.

Bila menjadi delegasi untuk menyampaikan pesan-pesan khusus yang dilakukan secara berkelompok yang lebih tua diprioritaskan berbicara terlebih dahulu.

 

PERLAHAN-LAHAN

Adalah Rasulullah Saw bila berbicara selalu jelas dan tidak pernah terburu-buru, sebagaimana diungkapkan oleh ‘Aisyah r.a. :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْرُدُ سَرْدَكُمْ هَذَا وَلَكِنَّهُ كَانَ يَتَكَلَّمُ بِكَلَامٍ بَيْنَهُ فَصْلٌ يَحْفَظُهُ مَنْ جَلَسَ إِلَيْهِ

Dari Aisyah ra  dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berbicara dengan terburu-buru seperti pembicaraan kalian ini, akan tetapi beliau berbicara dengan penjelasan yang terperinci dan dapat dihafal oleh orang yang duduk bersamanya.”(Kitab Turmudzi Hadits No 3573)

Maksud utama pembicaraan adalah agar apa yang dipikirkan oleh pembicara dapat dikomunikasikan dan dipahami dengan baik oleh teman bicaranya. Kata-kata yang diucapkan dengan tenang dan perlahan-lahan memungkinkan pertimbangnan pikiran lebih baik terhadap kalimat-kalimat yang diucapkan sehingga menjadi lebih bermakna, terbebas dari kalimat yang tidak baik. Bagi teman bicara juga lebih enak didengar, lebih jelas,  mudah diingat dan dipahami.

Sedangkan kata-kata yang diucapkan dengan terburu-buru, lebih sulit dipahami. Kenapa? Kita perlu konsentrasi ekstra dalam mengikutinya. Tidak semua kalimat dapat ditangkap telinga dan diteruskan ke Area Wernicke –suatu area di otak yang berperan dalam pemahaman informasi penglihatan dan pendengaran- . Akibatnya, kita tidak sepenuhnya memahami pembicaraan orang.

Rasulullah kalau bicara pelan-pelan. Orang-orang yang mendengarkan bisa mengerti dan bahkan bisa mengulanginya. ‘Aisyah Ra juga menceritakan bahwa beliau saw tidaklah berbicara melainkan bila seseorang menghitung pembicaraannya pasti bisa.(Kitab Shahih Muslim Hadits No 5325). Itulah teladan luar biasa yang seharusnya kita ikuti!

 

MERENDAHKAN SUARA

Allah Swt memerintahkan kita untuk merendahkan suara , sebagaimana firman-Nya dalam dalam QS 31 (Luqman) ayat 19:

وَٱقۡصِدۡ فِى مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَ‌ۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٲتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ

“Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai”.

Dalam QS al-Hujurat ayat 2 Allah melarang orang-orang yang beriman meninggikan suara melebihi suara nabi Muhammad Saw. Berbicara cukuplah dengan suara yang bisa didengar dan dimengerti oleh teman bicara. Suara yang lunak dan lembut memberikan kesan adanya kasih sayang di dalamnya. Rata-rata orang merasa damai dan lebih senang berada di tengah-tengah orang yang bicara dengan lembut, apalagi diiringi dengan senyuman. Perasaan tersebut mendorong otak memproduksi hormon endorfin  – disebut pula sebagai hormon kebahagiaan- yang dapat membuat pembuluh darah lebih longgar dan elastis sehingga aliran darah dalam tubuh menjadi lebih lancar. Keadaan ini mendorong tubuh tetap sehat dan bugar.

Bicara keras boleh saja dilakukan pada kondisi-kondisi tidak normal:

  • Lingkungan yang bising seperti di keramaian, dekat mesin, hujan deras, dalam helikopter, dll
  • Teman bicara agak tuli atau berada dalam jarak yang agak jauh dan tidak memungkinkan mendekat, misalnya terhalang sungai, terhalang jalan, dll
  • perintah-perintah dalam perang,
  • peringatan keadaan darurat karena banjir, kebakaran, gempa, tsunami, dan keadaan membahayakan lainnya.

Dalam keadaan normal kebanyakan orang merasa tidak nyaman mendengarkan orang bicara padanya dengan suara keras. Bicara keras terkesan sebagai hardikan, ekspresi kekesalan atau kemarahan. Siapa yang senang dihardik, dimarahi, atau mendengarkan kekesalan orang?

Keledai dijadikan contoh binatang yang bodoh dan bersuara paling buruk. Suaranya keras dan tak enak didengar. Orang yang suka berbicara keras memberikan efek seperti suara keledai di mana orang berusaha menghindari dan tak ingin lama-lama mendengarnya.

Orang yang berakhlak baik senantiasa berusaha agar kehadirannya di hadapan orang lain memberikan manfaat dan menyenangkan. Kebiasaan bicara lemah lembut pasti lebih disukai dari bicara keras, apalagi keras seperti keledai.

Marilah kita contoh cara bicaranya Rasulullah……………

Wallahu a’lam.

Nunukan, 5 Februari 2012

Agus Sukaca

guskaca@gmail.com

[1] HR Ahmad (Kitab Ahmad HN 21693) dari Ubadah bin as-Shamit

[2] [3] Kitab Shahih Muslim Hadits No 5325

banner 468x60