banner 728x90

Jujur Menuju al-Birr

Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah.

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ  قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

Dari ‘Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.‘” (HR. Bukari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad ibn Hanbal).

Takhrij:

Hadis ini diriwayatkan dari Abdullah ibn Mas’ud oleh Bukhari (5629), Muslim (4721), Tirmidzi (1894) dan Ahmad ibn Hanbal (3456). Hadis ini berkualitas shahih.

Mufrodat:

الصِّدْقَ : Jujur/benar, keseuaian (perkataan) dengan kejadian perkara. Seseorang dikatakan jujur bila yang dikatakannya sesuai (sama) dengan fakta nyatanya. Pada asalnya, الصِّدْقَ hanya dipakai untuk kesesuaian informasi yang disampaikan lewat perkataan dikaitkan dengan kebenaran fakta kejadian perkara. Pada perkembangannya, الصِّدْقَ dipakai untuk i’tiqad (keyakinan), untuk menunjukkan keyakinan yang benar dan keyakinan yang dusta / keliru. الصِّدْقَ juga dipakai untuk perbuatan anggota tubuh, yaitu ketika perbuatan anggota tubuh sesuai dengan perkataan, janji atau keyakinannya.

صِدِّيقًا : orang yang jujur. Paling tidak ada tiga pengertian orang yang jujur ini, yaitu: orang yang banyak perbuatan/perkataan jujurnya; atau orang yang tidak pernah berdusta; atau orang yang benar perkataan dan keyakinannya dan dibuktikan dengan benarnya perbuatan anggota tubuh.

الْكَذِبَ lawan dari kata الصِّدْقَ. Bohong / dusta.

كَذَّابًا lawan dari kata صِدِّيقًا. Orang yang bohong / dusta.

الْبِرِّ : Kebaikan yang banyak, yang dilakukan oleh hati/keyakinan dan anggota tubuh, yang wajib ataupun yang nawafil/sunnah. Birrul ‘abdu robbahu: ketaatan yang luas tak bertepi dari seorang hamba kepada Tuhannya, baik berupa keyakinan / i’tiqadnya ataupun juga perbuatan anggota tubuhnya. Birrul Walidain: perbuatan ihsan / berbakti yang banyak dan luas tak bertepi yang dilakukan anak kepada orang tuanya.

الْفُجُورَ : Kejahatan yang dilakukan dengan merobek  batas tabir agama. Al-Fajir adalah orang yang hidup di dunia banyak berbuat dosa dengan melanggar / merobek aturan aturan agama.

Syarah:

Hadis ini memerintahkan untuk berlaku jujur dan menjauhi dusta. Kejujuran dan kedustaan terutama sekali nampak pada apa yang diucapkan oleh mulut.

  1. Rasulullah pernah dimintai nasehat oleh seorang sahabat yang bernama ‘Uqbah bin ‘Amir agar hidupnya bisa selamat. Nasehat yang diberikan oleh Rasulullah ada tiga, pertama agar Uqbah senantiasa menjaga lisannya. Kedua, Uqbah agar merasa lapang dan nyaman serta merasa cukup dengan apa yang ada dalam rumahnya. Dan ketiga, agar Uqbah menangisi terhadap kesalahan dan dosa dosa yang telah ia perbuat.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ

Uqbah bin ‘Amir bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana supaya selamat? beliau menjawab: “Jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu lapang dan menangislah karena dosa dosamu.” (Hadis hasan riwayat Tirmidzi)

Nasehat Rasulullah kepada Uqbah ini tentu juga berlaku untuk kaum muslimin ummat Nabi Muhammad saw. yang menginginkan hidup selamat yaitu menjaga lisan, merasa puas terhadap rumah dan yang ada di dalamnya, serta menangisi dosa-dosanya.

  1. Rasulullah pernah ditanya oleh Sufyan ats-Tsaqofi tentang hal yang paling Rasulullah takutkan terjadi pada Sufyan. Rasulullah lalu memegang lidah beliau sambil menjawab “ini” sebagai isyarat bahwa yang paling beliau takutkan adalah ketidakmampuan Sufyan untuk menjaga lidah dari perkataan dusta, perkataan kotor dan perkataan yang menyakitkan orang lain.
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنِي بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ قَالَ قُلْ رَبِّيَ اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقِمْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَخْوَفُ مَا تَخَافُ عَلَيَّ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ هَذَا

Sufyan bin Abdullah Ats Tsaqafi berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, ceritakan padaku suatu hal yang aku jadikan pedoman. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Katakan: Rabbku Allah kemudian beristiqamahlah.” Aku bertanya: Wahai Rasulullah, apa yang paling anda takutkan padaku? Beliau memegang lidah beliau lalu menjawab: “Ini.” (Hadis hasan shahih riwayat Tirmidzi)

Lidah memang tidak bertulang, tetapi ia dapat menyakiti melebihi tajamnya pedang. Lidah juga bisa membuat sesuatu yang salah seakan akan menjadi benar dan sebaliknya, sesuatu yang benar seakan akan salah. Karenanya, ketidakmampuan menjaga lidah adalah hal yang paling ditakutkan oleh Rasulullah pada diri Sufyan, dan juga pada diri kaum muslimin pengikutnya.

  1. Rasulullah menjamin dan menjanjikan akan membangunkan rumah di tengah surga bagi orang yang mampu meninggalkan semua dusta dan kebohongan, termasuk dusta yang hanya dimaksudkan untuk bergurau.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

Abu Umamah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bershifat gurau, Dan aku juga menjamin rumah di syurga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (Hadis hasan riwayat Abu Dawud dari Abu Umamah)

Hadis ini memberikan motivasi yang kuat bagi setiap orang Islam untuk menjauhkan diri dari segala macam keduataan, termasuk ketika sedang bersenda gurau.

Janji surga juga diberikan oleh nabi sebagaimana dikemukakan dalam hadis berikut ini:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

Dari Sahl bin Sa’d dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Barangsiapa dapat menjamin bagiku sesuatu yang berada di antara dua jenggotnya (kumis dan jenggot, yang dimaksud adalah mulut) dan di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya surga.” (Hadis Shahih riwayat Bukhari).

Dalam hadis tersebut, Rasulullah menjamin surga untuk orang yang bisa memelihara mulutnya dari perkataan dusta dan buruk, disamping dari makanan haram.

  1. Kejujuran itu akan mendatangkan ketenangan dan ketentraman di hati, sedangkan kedustaan akan mendatangkan keraguan dan kegelisahan. Rasulullah saw bersabda:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

Tinggalkan yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu karena seungguhnya kejujuran itu (mendatangkan) ketenangan dan dusta itu (mendatangkan) keraguan. (Hadis Hasan shahih riwayat Tirmidzi dari Hasan ibn Ali)

Orang yang berbohong, hatinya akan diselimuti rasa was-was dan khawatir karena ia takut ketahuan bahwa ia telah berbohong. Sedangkan orang yang jujur, hatinya akan lega dan tenang karena ia telah mengatakan yang sebenarnya.

  1. Manusia yang paling mulia, kata nabi ketika ditanya oleh para sahabat, adalah orang yang hatinya makhmum dan lisannya jujur.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ قَالُوا صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ فِيهِ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ

Abdullah bin ‘Amru berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam; “Manusia bagaimanakah yang paling mulia?” Beliau menjawab: “Semua (orang) yang hatinya makhmum dan lisan (ucapannya) benar.” Mereka berkata; “Perkataannya yang benar telah kami ketahui, lantas apakah maksud dari hati yang makhmum?” Beliau bersabda: “Hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada kedurhakaan dan kelaliman padanya, serta kedengkian dan hasad.” (Hadis shahih riwayat Ibn Majah dari Abdullah ibn ‘Amr).

  1. Kata dusta adalah tanda munafik beserta dua tanda lainnya, yaitu ingkar janji dan khianat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tanda-tanda munafiq ada tiga; jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika diberi amanat dia khianat”.(Hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim)

  1. Secara khusus Nabi memberikan perhatian kepada para pedagang, karena perdagangan adalah profesi paling rentan untuk tidak jujur. Menurut Nabi saw, semua pedagang itu pada hari kiamat akan dibangkitkan sebagai orang-orang yang berdosa, kecuali kalau ia memiliki tiga hal: bertakwa kepada Allah, berbuat kebajikan (al-birru) dan jujur. Dalam hadis disebutkan:
إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلَّا مَنْ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ

Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai orang-orang yang berdosa kecuali yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik serta jujur.” (Hadis hasan shahih riwayat Tirmidzi)

Dan para pedagang yang bertakwa, jujur dan terpercaya, maka mereka akan dibangkitkan bersama para Nabi, shiddiqun dan para syuhada’.

التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الْأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ

Seorang pedagang yang jujur dan dipercaya akan bersama dengan para Nabi, shiddiqun dan para syuhada` (Hadis hasan riwayat Tirmidzi)

  1. Ada sebuah hadis yang cukup populer, yang mempertanyakan, apakah mungkin dan apakah bisa terjadi seorang mukmin itu sekaligus juga merupakan seorang pembohong. Akan tetapi sayang hadis yang diriwayatkan oleh imam Malik dan al-Baihaqi tersebut kualitasnya dha’if, sehingga tidak bisa dipakai sebagai hujjah. Hadis tersebut adalah:
حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ جَبَانًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ بَخِيلًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا فَقَالَ لَا

Telah menceritakan kepadaku Malik dari Shafwan bin Sulaim berkata; “Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah seorang mukmin bisa menjadi penakut?” Beliau menjawab: ‘Ya.” Kemudian ditanya lagi; “Apakah seorang mukmin bisa menjadi bakhil?” Beliau menjawab: “Ya.” Lalu ditanyakan lagi; “Apakah seorang mukmin bisa menjadi pembohong?” Beliau menjawab: “Tidak. (Hadis dha’if riwayat Imam Malik).

Dengan dha’ifnya hadis ini, apakah bisa terjadi seorang mukmin itu sekaligus seorang pembohong?. Hadis dha’if ini tidak memberikan implikasi apapun terhadap jawaban atas pertanyaan tersebut. Penulis cenderung berpendapat bahwa orang mukmin yang pembohong adalah orang munafiq sebagaimana kandungan hadis sebelumnya yang secara tegas menyatakan bahwa bohong adalah tanda nifak. Wallahu A’lam bish showab.

 

Kisah Kejujuran Penjual Susu pada Masa Khalifah Umar bin Khattab

Khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu memiliki kegemaran melakukan ronda malam sendirian untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Sepanjang malam ia memeriksa keadaan rakyatnya secara langsung dari dekat.
Ketika melewati sebuah gubuk, khalifah merasa curiga melihat lampu yang masih menyala. Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik. Khalifah Umar menghentikan langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Dari balik bilik Khalifah Umar mengintipnya. Tampaklah seorang ibu dan anak perempuannya sedang sibuk mewadahi susu.

“Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini,” kata anak perempuan itu.

“Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit.”

“Benar anakku,” kata ibunya.

“Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak,” harap anaknya.

“Hmm…, sejak ayahmu meninggal penghasilan kita sangat menurun. Bahkan dari hari ke hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan kelaparan,” kata ibunya. Anak perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng yang sudah terisi susu.

“Nak,” bisik ibunya seraya mendekat. “Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah.”
Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah iu begitu lelah dan letih menghadapi tekanan yang amat berat. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya. “Tidak, Bu!” katanya cepat.

“Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air.” Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.
“Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu,” gerutu ibunya kesal.
“Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?”
“Tapi tidak akan ada yang tahu kita mencampur dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita,” kata ibunya tetap memaksa.

“Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!”
“Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apapun kita menyembunyikannya,” tegas anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang. Sungguh kecewa hatinya mendengar anaknya tak mau menuruti suruhannya. Namun, jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran anaknya.
“Aku tidak mau melakukan ketidakjujuran pada waktu ramai maupun sunyi. Aku yakin, Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap saat,” kata anak itu. Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres. Di luar bilik, Khalifah Umar tersenyum kagum akan kejujuran anak perempuan itu.
“Sudah sepantasnya ia mendapatkan hadiah!” gumam Khalifah Umar. Dia beranjak meninggalkan gubuk itu kemudian ia cepat-cepat pulang ke rumahnya.

Menikahkan Putranya

Keesokan paginya, Khalifah Umar memanggil putranya, Ashim bin Umar. Diceritakannya tentang gadis jujur penjual susu itu.
“Anakku menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya,” kata Khalifah Umar.

“Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang MahaMelihat.” Ashim bin Umar menyetujuinya.
Beberapa hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan ditangkap karena suatu kesalahan.
“Tuan saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan jangan tangkap kami…,” sahut ibu tua ketakutan.
Putra khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya. “Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putra khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?” tanya ibu dengan perasaan ragu.
“Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketakwaanlah yang meninggikan derajat seseorang di sisi Allah,” kata Ashim sambil tersenyum.
“Ya. Aku lihat anakmu sangat jujur,” kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya. Bagaimana khlaifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka.

“Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian…,” jelas Khalifah Umar.
Ibu itu bahagia sekali. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana dengan menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya. Sesudah Ashim menikah dengan gadis itu, mereka dikaruniai anak dan cucu yang kelak menjadi orang besar dan memimpin bangsa Arab, yakni Umar bin Abdul Aziz (kisah ini dicopy paste dari blog adehumaidi.com)

Narasumber utama artikel ini:

Agung Danarto

 

 

 

banner 468x60