Agama Islam memberikan rambu-rambu berupa adab tentang apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak bisa. Adab ini juga sampai menyangkut soal bergurau, melucu, atau membuat lelucon yang dalam Bahasa Arab disebut al-Mizaah (المزاح) dari kata kerja mazaha (مزح).
Dilarang Berbohong ketika Bergurau
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ الدِّمَشْقِيُّ أَبُو الْجَمَاهِرِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو كَعْبٍ أَيُّوبُ بْنُ مُحَمَّدٍ السَّعْدِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ حَبِيبٍ الْمُحَارِبِيُّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Utsman Ad Dimasyqi Abu Al Jamahir,…, dari Abu Umamah ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bersifat gurauan, Dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (HR Abu Dawud; 4167. An-Nawawi: Sahih Al-Albani: Hasan)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad bin Musarhad, …, dari Bapaknya Bahz bin Hakim, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah ia, celakalah ia.” (HR Abu Dawud; 4338 juga Tirmidzi 2237. Al-Albani: Hasan)
Boleh Bergurau untuk Mengakrabkan dan Menyenangkan Hati
Hadis-hadis di atas tidak berarti bahwa bergurau itu dilarang karena Nabi Muhammad SAW juga terkadang bergurau (tetapi bukan yang urusan agama). Contohnya adalah:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ كَانَ اسْمُهُ زَاهِرًا كَانَ يُهْدِي لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْهَدِيَّةَ مِنْ الْبَادِيَةِ فَيُجَهِّزُهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ زَاهِرًا بَادِيَتُنَا وَنَحْنُ حَاضِرُوهُ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّهُ وَكَانَ رَجُلًا دَمِيمًا فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا وَهُوَ يَبِيعُ مَتَاعَهُ فَاحْتَضَنَهُ مِنْ خَلْفِهِ وَهُوَ لَا يُبْصِرُهُ فَقَالَ الرَّجُلُ أَرْسِلْنِي مَنْ هَذَا فَالْتَفَتَ فَعَرَفَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ لَا يَأْلُو مَا أَلْصَقَ ظَهْرَهُ بِصَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ عَرَفَهُ وَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يَشْتَرِي الْعَبْدَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذًا وَاللَّهِ تَجِدُنِي كَاسِدًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكِنْ عِنْدَ اللَّهِ لَسْتَ بِكَاسِدٍ أَوْ قَالَ لَكِنْ عِنْدَ اللَّهِ أَنْتَ غَالٍ
Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq, …, dari Anas; Ada seorang laki-laki desa bernama Zahir, ia menghadiahi Nabi SAW sebuah hadiah dari desa. Nabi sering berbekal dengannya jika mengadakan sebuah perjalanan. Sering-sering Nabi mengatakan: ” Zahir orang desa sedangkan kita orang kota”. Nabi sangat mencintai Zahir, sekalipun buruk wajahnya. Suatu hari ketika dia sedang berjualan, Nabi mendatanginya seraya mendekapnya dari belakang tanpa sepengetahuannya. Zahir berteriak, tolong beritahu saya siapa ini?, lalu ia menoleh dan melihatnya, ternyata beliau adalah baginda Rasulullah SAW, maka ia tidak melepas punggungnya yang melekat dengan dada Nabi. Begitu Zahir tahu si pendekapnya, Nabi mengatakan, “Siapa yang hendak membeli budak?”, maka Zahir berkata, wahai Rasulullah, demi Allah kalau begitu Tuan mendapati saya seperti orang murahan (rendah). Nabi lantas berujar, “Akan tetapi disisi Allah kamu bukanlah orang yang murah”, atau beliau Rasulullah bersabda, “Akan tetapi di sisi Allah kamu sangatlah mahal.” (HR Ahmad 12187 Al-Albani: Shahih dalam Kitabnya مختصر الشمائل – (ج 1 / ص 127))
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا وَكَانَ لِي أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ قَالَ أَحْسِبُهُ فَطِيمًا وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ نُغَرٌ كَانَ يَلْعَبُ بِهِ فَرُبَّمَا حَضَرَ الصَّلَاةَ وَهُوَ فِي بَيْتِنَا فَيَأْمُرُ بِالْبِسَاطِ الَّذِي تَحْتَهُ فَيُكْنَسُ وَيُنْضَحُ ثُمَّ يَقُومُ وَنَقُومُ خَلْفَهُ فَيُصَلِّي بِنَا
Telah menceritakan kepada kami Musaddad…, dari Anas dia berkata; “Nabi SAW adalah sosok yang paling mulia akhlaknya, aku memiliki saudara yang bernama Abu ‘Umair -Perawi mengatakan; aku mengira Anas juga berkata; ‘Kala itu ia habis disapih.”- Dan apabila beliau datang, maka beliau akan bertanya: ‘Hai Abu Umair, bagaimana kabar si nughair (burung pipitnya). Abu Umair memang senang bermain dengannya, dan ketika waktu shalat telah tiba, sedangkan beliau masih berada di rumah kami, maka beliau meminta dihamparkan tikar dengan menyapu bawahnya dan memercikinya, lalu kami berdiri di belakang beliau, dan beliau pun shalat mengimami kami.” (HR Bukhari; 5735)
Di dalam teks Arab dan juga terjemahannya ada dua kata yang kebetulan mirip dan juga mempunyai arti yang secara abstrak sama, yaitu Abu ‘Umair dan an-Nughair. Abu ‘Umair adalah sang bapak yang sudah dewasa dan tentunya berbadan lumayan besar dan anaknya yang baru disapih yang tentunya badannya masih kecil, maka dipanggil oleh Rasulullah dengan an-Nughair, si burung kecil, semacam burung pipit. Inilah perbandingan katanya ‘Umair dan Nughair. Selain berirama maka dua kata itu juga bermakna yang tepat untuk besar badan antara bapak dan anak yang masih kecil sekali.
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ شَرِيكٍ عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ يَا ذَا الْأُذُنَيْنِ قَالَ مَحْمُودٌ قَالَ أَبُو أُسَامَةَ يَعْنِي مَازَحَهُ وَهَذَا الْحَدِيثُ حَدِيثٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan, …, dari Anas bin Malik bahwa Nabi SAW bersabda kepadanya: “Wahai orang yang memiliki dua telinga.” Mahmud berkata; Abu Usamah berkata, “Yakni, beliau sedang bergurau dengannya.” (Hadits ini adalah hadits shahih gharib. HR Tirmidzi 1915 Al-Albani: Sahih)
Ini adalah pemberian sebutan gurauan Nabi Muhammad SAW kepada Anas bin Malik sebagai orang yang punya dua telinga. Artinya adalah, bahwa Sahabat Anas itu adalah seorang pendengar yang baik dan tidak mudah mudah lupa. Panggilan wahai yang mempunyai dua telinga itu adalah pujian Rasulullah kepada dia. Lihat تحفة الأحوذي المباركفوري – ج 6 / ص 108.
حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ احْمِلْنِي قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّا حَامِلُوكَ عَلَى وَلَدِ نَاقَةٍ قَالَ وَمَا أَصْنَعُ بِوَلَدِ النَّاقَةِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَلْ تَلِدُ الْإِبِلَ إِلَّا النُّوقُ
Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyyah berkata, …, dari Anas berkata, Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, berilah aku unta yang aku kendarai (secara ringkas artinya adalah: Gendonglah aku).” Nabi SAW bersabda: “Kami akan memberimu anak unta.” Laki-laki itu bertanya, “Apa yang bisa aku lakukan dengan anak unta?” Nabi SAW menjawab: “Bukankah unta dewasa juga dilahirkan oleh seekor unta yang pernah kecil?” (HR Abu Dawud 4346 Al-Albani: Sahih)
ALLAH TERTAWA
Allah Subhaanahu Wa Ta’aala juga tertawa.
Kita semua mengetahui bahwa manusia tertawa, tetapi ketika Allah ta’aala tertawa maka akan timbul pertanyaan dalam keadaan apa dan apa arti tertawanya Allah. Beberapa hadits berikut menjelaskan bahwa bahwa ketika Allah ridha atau merasa sangat senang dengan amalan atau apa yang dilakukan oleh manusia, maka saat itulah Allah tertawa. Tidak hanya itu, tetapi orang yang beramal tersebut akan dimasukkannya ke dalam surga.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَضْحَكُ اللَّهُ إِلَى رَجُلَيْنِ يَقْتُلُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ كِلَاهُمَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ فَقَالُوا كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ يُقَاتِلُ هَذَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَيُسْتَشْهَدُ ثُمَّ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَى الْقَاتِلِ فَيُسْلِمُ فَيُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَيُسْتَشْهَدُ و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالُوا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Umar Al Maki,…, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah tertawa terhadap dua orang yang saling membunuh, dan kedua-duanya masuk surga.” Maka para sahabat bertanya; “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Salah seorang darinya berperang di jalan Allah ‘azza wajalla lalu dia mati syahid, kemudian Allah menerima taubat si pembunuh, lalu ia masuk Islam dan berperang di jalan Allah ‘Azza wa Jalla hingga mati syahid.” …” HR Muslim 3504, lihat juga Bukhari 2614 Nasa’i 3115 Ibnu Majah 187 Ahmad 9597.
حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ كَثِيرِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ هَمَّارٍ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الشُّهَدَاءِ أَفْضَلُ قَالَ الَّذِينَ إِنْ يُلْقَوْا فِي الصَّفِّ يَلْفِتُونَ وُجُوهَهُمْ حَتَّى يُقْتَلُوا أُولَئِكَ يَنْطَلِقُونَ فِي الْغُرَفِ الْعُلَى مِنْ الْجَنَّةِ وَيَضْحَكُ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ وَإِذَا ضَحِكَ رَبُّكَ إِلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا فَلَا حِسَابَ عَلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami Al Hakam bin Nafi’,…, dari Nu’aim bin Hammar. Bahwa seseorang bertanya kepada Nabi SAW; ‘Siapa syuhada yang paling utama? Rasulullah SAW bersabda; “Orang-orang yang bila masuk ke barisan perang mereka memfokuskan pandangan mereka hingga terbunuh, mereka itulah orang-orang yang pergi menuju kamar-kamar di surga yang tinggi, Rabb mereka tertawa kepada mereka. Dan bila Rabbmu tertawa kepada seorang hamba di dunia, maka ia tidak dihisab.” (HR Ahmad 21438 Al-Albani: Sahih)
Yang dimaksud dari hadits di atas adalah, orang-orang yang sungguh-sungguh semangat dalam berperang ingin mengalahkan musuh, namun mereka terbunuh. Atas apa yang mereka alami mereka masuk ke surga dalam derajat yang tinggi. Dan Allah SWT tertawa sebagai ungkapan rasa sangat senang atas kesungguhan hamba-Nya yang berperang bahkan sampai terbunuh di medan perang. Apabila Allah sampai tertawa atas apa yang dilakukan hamba-Nya, maka sang hamba tersebut masuk surga tanpa dihisab.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ عَنْ فُضَيْلِ بْنِ غَزْوَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ إِلَى نِسَائِهِ فَقُلْنَ مَا مَعَنَا إِلَّا الْمَاءُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَضُمُّ أَوْ يُضِيفُ هَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَا فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى امْرَأَتِهِ فَقَالَ أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ مَا عِنْدَنَا إِلَّا قُوتُ صِبْيَانِي فَقَالَ هَيِّئِي طَعَامَكِ وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ وَنَوِّمِي صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا وَأَصْبَحَتْ سِرَاجَهَا وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَا تُصْلِحُ سِرَاجَهَا فَأَطْفَأَتْهُ فَجَعَلَا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلَانِ فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ { وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ
Telah bercerita kepada kami Musaddad,…, dari Abu Hurairah RA, Bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu beliau datangi istri-istri beliau. Para istri beliau berkata; “Kami tidak punya apa-apa selain air”. Maka kemudian Rasulullah SAW berkata kepada orang banyak: “Siapakah yang mau mengajak atau menjamu orang ini?”. Maka seorang laki-laki dari Anshar berkata; “Aku”. Sahabat Anshar itu pulang bersama laki-laki tadi menemui istrinya lalu berkata; “Muliakanlah tamu Rasulullah SAW ini”. Istrinya berkata; “Kita tidak memiliki apa-apa kecuali sepotong roti untuk anakku”. Sahabat Anshar itu berkata; Suguhkanlah makanan kamu itu lalu matikanlah lampu dan tidurkanlah anakmu”. Ketika mereka hendak menikmati makan malam, maka istrinya menyuguhkan makanan itu lalu mematikan lampu dan menidurkan anaknya kemudian dia berdiri seakan hendak memperbaiki lampunya, lalu dimatikannya kembali. Suami- istri hanya menggerak-gerakkan mulutnya (seperti mengunyah sesuatu) seolah keduanya ikut menikmati hidangan. Kemudian keduanya tidur dalam keadaan lapar karena tidak makan malam. Ketika pagi harinya, pasangan suami istri itu menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau berkata: “Malam ini Allah tertawa atau terkagum-kagum karena perbuatan kalian berdua”. Maka kemudian Allah menurunkan firman-Nya dalam QS al-Hasyr ayat 9:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9) [الحشر/9]
Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Kaum Ansar) sebelum kedatangan mereka (Kaum Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Kisah ini, dan juga riwayat turunnya ayat, ada di HR Bukhari; 3514)
Tiga hadits di atas jelas sekali mengkisahkan bahwa:
- Allah SWT itu terkadang juga tertawa
- Apabila Allah tertawa atas amalan hamba-Nya maka itu berarti Dia meridhainya. Dan pahalanya bisa berupa masuk surga bahkan dengan tanpa dihisab.
HUKUM TERTAWA
Tertawa itu pada dasarnya adalah suatu hal yang alamiah. Allah SWT menjadikan manusia tertawa dan menangis:
وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى (43) [النجم/43]
Dan bahwasanya Dialah (Allah-lah) yang menjadikan orang tertawa dan menangis, (Qs. an-Najm: 43)
Artinya adalah bahwa Allah menjadikan di dalam diri manusia itu sifat tertawa dan menangis. Allah menjadikan manusia tertawa dan menangis.
Tertawa adalah keadaan melebarnya wajah karena kebahagiaan dan kegembiraan dengan mengeluarkan sura dengan gigi yang terlihat jelas. Kalau tertawanya keras dan terdengar dari jauh maka hal itu disebut tertawa terbahak-bahak. Sedangkan tersenyum adalah wajah sedikit melebar dan biasanya untuk menunjukkan rasa ramah dan persahabatan dengan tanpa disertai suara. Lihat (فتح الباري ابن حجر م – ج 10 / ص 504)
Tersenyum terkadang merupakan permulaan tertawa atau tertawa tanpa suara. Tersenyum dan tertawa itu biasanya dilakukan karena gembira dan bahagia.
Allah menggambarkan keadaan orang-orang yang beruntung dan berbahagia di Akhirat di antaranya dengan dua ayat berikut:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ (38) ضَاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ (39) [عبس/38، 39]
- Banyak muka pada hari itu berseri-seri, 39. tertawa dan gembira ria, (Qs. ‘Abasya: 38-39)
Meskipun di akhirat nanti orang-orang yang beruntung dan masuk surga itu wajahnya berseri-seri, tertawa dan gembira ria, namun di dunia ini Rasulullah SAW mengajarkan untuk sedikit atau tidak memperbanyak tertawa. Banyak tertawa dapat mematikan hati.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ أَبِي رَجَاءٍ عَنْ بُرْدِ بْنِ سِنَانٍ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad,…,’ dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’ berhati-hati dan menahan diri), maka engkau akan menjadi sebaik-baiknya ahli ibadah. Jadilah orang yang qona’ah (merasa cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang paling bersyukur. Sukailah sesuatu yang ada pada manusia sebagaimana engkau suka jika ia ada pada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang mukmin (bisa juga berarti: orang yang memberi rasa aman). Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan menjadi muslim (bisa juga berarti: orang yang memberi kedamaian). Sedikitkanlah tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati. (HR. Ibnu Majah 4207 Al-Albani: shahih.)
Narasumber artikel ini:
M. Yusron Asrofie
Artikel terkait: Adab Etika Bergurau