banner 728x90

Jaga Diri Adzab Kiamat

Tafsir Qs. al-Baqarah (2) ayat 47-48

 

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (47) وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (48) – البقرة: 47، 48

2:47. Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.

2:48. Dan jagalah dirimu dari (`azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa`at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. (Qs. al-Baqarah/2: 47-48)

 

Ayat 48 surat al-Baqarah ini juga diulang lagi dalam ayat 123, meskipun dengan redaksi kalimat yang berbeda.

وَاتَّقُواْ يَوْماً لاَّ تَجْزِي نَفْسٌ عَن نَّفْسٍ شَيْئاً وَلاَ يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلاَ تَنفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلاَ هُمْ يُنصَرُونَ – البقرة: 123

Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong. (Qs. al-Baqarah: 123)

 

(يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ) Ya Bani Isra’il: Hai Bani Isra’il.

Secara khusus, juga pada ayat 2: 40,  perintah ini ditujukan pada kelompok-kelompok Bani Isra’il yang berada di Madinah pada Zaman Nabi Muhammad shalla Allahu ‘alaihi wa sallam dan secara umum tentunya juga sesudahnya dan di mana saja mereka berada.

(Penjelasan lumayan panjang atas potongan ayat ini, lihat tafsir Surat al-Baqarah ayat 40-41 pada edisi terdahulu).

(اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ) (اذْكُرُوا) udzkuruu: ingatlah kamu.

Kata ini yang merupakan katakerja dari kata dasar dzikir (dzikr: ذكر) yang memiliki arti mengingat dan menyebut.

(نِعْمَتِيَ) ni’matiya: nikmatKu (Allah). Kata nikmat di sini berarti segala macam nikmat.

Kenikmatan (an-ni’mah: النعمة) di sini adalah kata benda jenis (isim jenis  dalam istilah tata bahasa Arab) yang berarti segala macam kenikmatan (an-ni’am: النعم).

Nikmat dalam bahasa Arab mengandung arti kebutuhan hidupnya lebih dari sekedar tercukupi, dirasakan menyenangkan, keadaannya baik dan terasa mudah.

(الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ) allatii an’amtu ‘alaikum: yang telah Aku anugerahkan kepadamu, yang telah Aku berikan nikmat itu  kepadamu.

(وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ) wa annii fadhdhaltukum ‘ala al-‘aalamiin dan bahwa Aku (Allah) telah memberikan berbagai kelebihan (keutamaan) melebihi bangsa lainnya.

Kelebihan ini terjadi pada masa lalu, yaitu pada masa Nabi Musa ‘alaihis salaam ketika mereka masih tunduk dan patuh mengikuti perintah Allah ta’aala.

(الْعَالَمِينَ) al-‘aalamiin adalah bentuk jamak dari kata  الْعَالَمِ  (al-‘aalam) yang sering diterjemahkan dengan alam semesta. Kata (al-‘aalamiin) adalah segala sesuatu yang ada selain Allah ta’aala (alam semesta dan seisinya), yaitu alam jagat raya dengan alam malaikat, alam jin, alam manusia, alam binatang, dan alam tumbuh-tumbuhan dan lain-lainnya.

Kadang orang mencampur-adukkan antara kelebihan (al-afdhaliyyah) yang lebih bersifat duniawi seperti harta, kekuatan, kecantikan, atau kepandaian dengan kelebihan (al-khairiyyah) yang lebih bersifat terutama dalam hal-hal kebajikan dan kesalihan dan hal-hal yang bersifat akhirat . Oleh karena itu, kepada kaum mu’min Allah berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ () – آل عمران/110

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab (mau) beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; (sedikit) di antara mereka ada yang kemudian beriman, tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (orang mengetahui aturan Allah ta’aala tetapi melanggarnya). (Q.s. Ali Imran/3: 110)

 

(وَاتَّقُوا يَوْمًا) wattaquu yauman: Jagalah dirimu (awas, waspada, hati-hatilah kamu) akan datangnya suatu hari (hari kiamat, hari akhirat).

Menjaga diri akan datangnya Hari Kiamat maksudnya adalah awas dan waspada terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi sejak saat itu yang penuh dengan kejadian-kejadian dahsyat yang bisa sangat tidak terduga dan menakutkan.

Caranya adalah dengan beriman kepada Allah ta’aala dan tunduk patuh kepada-Nya sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad shalla Allaahu ‘alaihi wa sallam melalui al-Qur’an dan Sunnahnya dengan bukti amal shalih.

(لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا) laa tajzii nafsun ‘an nafsin syaiaa: seseorang tidak dapat membela (memberi  pertolongan kepada) orang lain.

Pada Hari itu seseorang atau siapapun tidak bisa memberi pertolongan kepada orang lain. Seseorang hanya bergantung kepada iman dan amal perbuatannya di dunia. Itulah yang bisa menolong atau membelanya.

(وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ) wa laa yuqbalu minhaa syafaa’atun: dan (begitu pula) tidak diterima syafa`at dari orang lain.

Ini adalah peringatan bagi orang-orang kafir yang tidak akan menerima syafa’at karena kekafirannya (tidak mau beriman kepada Allah ta’aala dan kepada Nabi Muhammad shalla Allahu ‘alaihi wa sallam, tidak mau shalat dan membayar zakat).

Hal ini seperti ditegaskan dalam ayat berikut:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ (38) إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ (39) فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ (40) عَنِ الْمُجْرِمِينَ (41) مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ (44) وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ (45) وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ (46) حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ (47) فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ (48) فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ (49) – المدثر/38-49

38. Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya; 39. Kecuali golongan kanan; 40. Berada di dalam surga, mereka tanya menanya; 41. Tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa; 42. “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”; 43. Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat”; 44. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin; 45. Dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya; 46. dan adalah kami mendustakan hari pembalasan; 47. hingga datang kepada kami kematian”; 48. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat; 49. Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?”;  (Qs. al-Mudatstsir: 38-49)

 

(وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ) wa laa yu’khadzu minhaa ‘adlun:  dan juga tidak diterima tebusan darinya. (di akhirat tidak lagi ada tebus menebus atas kesalahan seseorang yang kafir, tidak mau beriman).

(وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ)  dan tidaklah mereka akan ditolong (dari adzab yang akan diterima apabila mereka tidak mau beriman).

Dua ayat ini mengingatkan kepada Bani Isra’il secara keseluruhan yang sebagian besar mereka itu tidak mau beriman kepada kerasulan Nabi Muhammad shalla Allahu ‘alaihi wa sallam untuk mengingat kembali nikmat Allah ta’aala dan juga beberapa kelebihan yang dahulu telah yang telah diberikan kepada mereka. Memang secara khusus ayat ini berbicara kepada sekelompok Bani Isra’il yang ada di Madinah pada saat Nabi Muhammad berada di sana.

Pemberian peringatan ini agar Bani Isra’il mau bersyukur dengan beriman dan mau menerima ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shalla Allahu ‘alaihi wa sallam.

Peringatan yang lebih keras lagi adalah agar Bani Isra’il awas dan waspada untuk menjaga diri akan datangnya Hari Kiamat yang pada saat itu manusia tidak akan selamat kecuali dengan menerima Iman kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad shalla Allahu ‘alaihi wa sallam. Bagi orang yang tidak beriman, maka saat itu syafaat (pertolongan) tidak akan diterima dan tidak aka nada gunanya. Bagi orang  kafir, tidak mau beriman (tidak mau beriman kepada Allah ta’aala dan kepada Nabi Muhammad shalla Allahu ‘alaihi wa sallam, tidak mau shalat dan membayar zakat)., maka saat itu tidak ada tebusan tidak pula ada bantuan.

 

Pelajaran dari surat al-Baqarah ayat 47-48.

  1. Kita diperintahkan, diutamakan untuk mengingat nikmat-nikmat Allah ta’aala dan tentu saja untuk mensyukurinya. Rasa syukur dilakukan dengan mengucap Alhamdulillah atau menambah ketaatan dalam beribadah kepada Allah ta’aala.
  2. Sungguh-sungguh menjaga diri dengan mewaspadai akan datangnya adzab Hari Kiamat dengan beriman kepada Allah ta’aala dan beramal shalih serta meninggalkan hal-hal yang tidak benar.
  3. Peringatan bahwa pada Hari Kiamat tidak akan diterima syafa’at (pertolongan), tidak ada tebusan dan tidak ada pertolongan bagi orang yang tidak mau beriman kepada apa yang dibawa oleh Rasul Allah Muhammad shalla Allahu ‘alaihi wa sallam.

 

narasumber utama artikel ini:

M. Yusron Asrofie

banner 468x60