banner 728x90

Konsekuensi Tauhid Uluhiyah

Kata uluhiyah diambil dari akar kata Ilah yang berarti: Yang Disembah dan Yang Ditaati..  Kata ilah ini digunakan untuk menyebut sesembahan baik yang hak maupun  yang batil. Untuk sesembahan yang hak terlihat misalnya dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 255:

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ – البقرة : 255

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia (Qs. al-Baqarah: 255)

Sedang untuk sembahan yang batil terlihat dalam surat al-Jatsiyah ayat 23:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. (Qs. al-Jatsiyah: 23)

Pemakaian kata ilah kemudian lebih dominan digunakan untuk menyebut sesembahan yang hak, sehingga maknanya berubah menjadi: Zat yang disembah sebagai bukti kecintaan, pengagungan dan pengakuan atas kebesaran-Nya. Dengan demikian, kata Ilah mengandung dua makna: ibadah dan ketaatan.

Pengertian Tauhid Uluhiyah dalam terminologi syariat Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua makna tersebut. Maka definisinya adalah: “Mengesakan Allah dalam beribadah dan ketaatan” Atau, mengesakan Allah dalam perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji, nazar, menyembelih sembelihan, rasa takut, rasa harap dan cinta. Maksudnya semua itu dilakukan: yaitu bahwa kita melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.  Tauhid Uluhiyyah disebut juga   “tauhid ubudiyyah

Realisasi yang benar dari Tauhid Uluhiyah hanya bisa terjadi dengan dua dasar:

Pertama, Memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT semata tanpa adanya sekutu yang lain.

Kedua, Hendaklah semua bentuk ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan dengan  meninggalkan larangan-Nya.

Kedua dasar itu disimpulkan dalam kata: ikhlas (berniat semata-mata untuk Allah) dan mutaba’ah (mengikuti Sunnah Rasulullah SAW dalam pelaksanaan). Kedua kata ini sebenarnya merupakan intisari dari dua kalimat syahahat. (Asyhadu alla ilaha illal lah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah). Sebab ia mengadung  pengesaan bagi Sang Pengutus Rasul, yaitu Allah; dan pengesaan bagi Sang Utusan yaitu Rasulullah SAW. Maka tiada ibadah dan ketaatan kecuali hanya untuk Allah SWT semata, dan tiada jalan yang benar untuk melaksanakan ibadah dan ketaatan  itu kecuali hanya Sunnah Rasulullah SAW. Semua jalan selain itu tidak akan mengantar sampai tujuan.

Dengan demikian, Tauhid Uluhiyah merupakan jenis Tauhid yang terpenting dan paling mendasar. Di atas Tauhid Uluhiyah, kehidupan dijalankan dan syariat ditegakkan. Tak ada perintah dan ketaatan kecuali hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sebabnya setiap kali Allah SWT mengutus seorang Rasul Ia selalu menyertakan Tauhid Uluhiyah sebagai misi utamanya. Itulah misalnya yang kita temukan dalam firman Allah surat al-Anbiya’ ayat 25:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku”. (Qs al-Anbiya: 25)

Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya Maka seorang yang telah bertauhid uluhiyah semestinya  hanya meyerahkan semua bentuk peribadatan  kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain.. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ – البقرة : 21

“Wahai manusia, sembahlah Allah yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian“. [QS.Al-Baqarah: 21].

Maka yang bersendiri dalam hal penciptaan, dialah yang berhak untuk diibadahi dan disembah, yaitu Allah. Dan tauhid uluhiyyah inilah yang diingkari dan ditentang oleh hampir kebanyakan manusia, diantaranya orang-orang musyrikin dahulu.  Allah berfirman:

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ – ص : 5

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.  (Shaad: 5).

Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.  Karenanya  inti dakwah para Rosul adalah mengajak umat manusia agar menjadikan Allah swt sebagai satu-satunya Tuhan Yang disembah (bertauhid Ilahiyah).

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ – الأنبياء : 25

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku.” [QS.Al-Anbiya’: 25].

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ – النحل : 36

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (Qs An-Nahl: 36)

Allah juga menegaskan bahwa inilah tujuan dari penciptaan manusia dan jin, sebagaimana dinyatakan-Nya dalam surat adz-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan tidaklah diciptakan jin dan manusia itu kecuali untuk ber-Ibadah”. (Qs. adz-Dzariyat: 56)

Tauhid Uluhiyah adalah hak Allah SWT sendiri yang tak boleh diberikan kepada yang lain. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

   عَنْ مُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ فَقَالَ يَا مُعَاذُ هَلْ تَدْرِي حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ بِهِ النَّاسَ قَالَ لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا -رواه البخارى

Dari Mu’adz bin Jabal berkata: “Aku berboncengan dengan Rasulullah di atas khimar yang diberi nama ‘Ufair lalu Nabi berkata kepadaku: “Wahai Mu’adz! Apakah engkau tahu apa hak Allah atas hamba-Nya? Dan apa hak hamba terhadap Allah? Aku menjawab: “Allah dan Rasul-nya yang lebih mengetahui”. Nabi bersabda: “Sesungguhnya hak Allah terhadap hamba-Nya yaitu mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun sedangkan hak hamba terhadap Allah yaitu  Dia tidak mengadzab orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Lalu Aku berkata: “ya Rasulullah! Bolehkah Aku kabarkan kepada orang-orang? Beliau menjawab: “Jangan engkau kabarkan kepada mereka yang menyebabkan mereka pasrah”. (H.R. Bukhari)

Untuk jenis Tauhid ini pulalah Allah SWT mewajibkan jihad dan membolehkan pertumpahan darah. Rasulullah SAW bersabda:

 عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّه -رواه البجارى

Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang wajib diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka mengerjakan yang demikian maka terjagalah dariku darah dan harta mereka kecuali terhadap kewajiban Islam. Dan hisabnya atas Allah swt.” (H.R. Bukhari)

Tauhid Uluhiyah adalah kewajiban pertama dalam berdakwah kepada umat manusia.  Perhatikan hadits berikut ini:

 عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْيَمَنِ قَالَ إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ فَإِذَا فَعَلُوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً مِنْ أَمْوَالِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِذَا أَطَاعُوا بِهَا فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ -رواه البخارى

Dari Ibnu Abbas ra. Sesungguhnya ketika Rasulullah mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau bersabda: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi Ahlul Kitab maka hendaklah pertama kali yang engkau serukan kepada mereka adalah beribadah kepada Allah, apabila mereka telah mengenal Allah maka wajibkanlah kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam, Maka apabila mereka mengerjakannya, wajibkanlah membayar zakat dari harta mereka yang diberikan kepada orang-orang faqir diantara mereka. Apabila mereka mentaatinya maka ambilah dari mereka dan berhati-hatilah dari mengambil harta terbaik manusia”. (HR. Bukhari)

Seluruh nash-nash syariat Islam menunjukkan wajibnya kita meyakini tauhid uluhiyah dan bahwa tak seorang pun yang tidak membutuhkannya. Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 36:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا – النساء : 36

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. (Qs an-Nisa: 36)

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ – الفاتحة : 5

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Qs al-Fatihah: 5)

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ – آل عمران : 18

“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al Imran: 18).

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ – لقمان : 30

Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak (untuk disembah), dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah itulah yang batil.” [QS. Luqman: 30].

Juga berfirman dalam surat al-Bayyinah ayat 5:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ  – البينة : 5

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus

Juga berfirman dalam surat al-A’raf ayat : 59

اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ – الأعراف : 59

“Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya

 Demikianlah, Al-Qur’an telah memulai penjelasannya-dan terus menerus mengulangi- tentang jenis tauhid ini.  Karena tidak mengetahui hakikat dan substansi Tauhid Uluhiyah, banyak ahli Kalam yang menyamakannya dengan Tauhid Rububiyah yang nota bene juga dipercaya oleh kaum musyrikin. Akibatnya, banyak manusia yang sesat karena mereka terjerumus ke dalam berbagai bentuk syirik atau sarana yang mengantar mereka kepada syirik. Alasannya, mereka tidak menentang Rububiyah atau ketuhanan Allah SWT, Tuhan semesta alam.

 

Narasumber utama artikel ini:

Zaini Munir Fadloli

banner 468x60