banner 728x90

Akad dalam Hukum Muamalah

Tuntunan Mualamah #2

 

Perilaku yang harus dimiliki oleh aqid (orang yang berakad), adalah berlaku benar (lurus), menepati amanat, dan jujur

 

Manusia dijadikan Allah sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha untuk mencari karunia Allah di muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Qashash (28) ayat 77 berikut:

وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَٮٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأَخِرَةَ‌ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَأَحۡسِن ڪَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَ‌ۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧

Dan carilah pada apa yang telah di-anugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Qs. al-Qashash/28: 77)

Dalam muamalah dimulai dengan adanya akad. Akad adalah salah satu sebab yang ditetapkan syara’ yang karenanya timbullah beberapa hukum. Akad adalah perbuatan yang disengaja dibuat oleh dua orang atau lebih, berdasarkan persetujuan masing-masing.

Akad itu mengikat pihak-pihak dengan beberapa hukum syara’, yaitu hak dan iltizam (memenuhi suatu ketentuan) yang diwujudkan dengan adanya akad itu.

 

Rukun-Rukun Akad
  1. Aqid, yaitu orang yang berakad bisa dua orang atau lebih. Aqid ini bisa orang yang mempunyai hak sendiri (aqid asli) atau orang yang diberi kuasa (wakil).
  2. Mahallul ‘aqdi, atau ma’qud ‘alaihi, sesuatu barang yang menjadi objek akad, seperti barang dagangan dalam akad jual beli, mauhub (benda hibah) dalam akad hibah, marhun (benda gadai) dalam akad rahn (gadai), hutang yang dijamin dalam akad kafalah (penjaminan hutang).
  3. Maudhul’ul ‘aqdi ialah tujuan akad atau maksud pokok mengadakan akad tersebut. Maudhu’ dalam akad jual beli ialah memindahkan barang dari si penjual kepada pembeli dengan harga tertentu yang sudah disepakati. Dalam akad hibah, maudhu’nya mengalihkan kepemilikan barang kepada si mauhub atau yang diberi hibah.
  4. Ijab dan Qabul (shighatul ‘aqdi) ialah ucapan yang menunjukkan kepada kehendak para pihak.

Shighatul ‘aqdi memerlukan tiga syarat:

  1. Harus jelas pengertiannya.
  2. Harus bersesuaian antara ijab dan qabul.
  3. Memperlihatkan kesungguhan dari pihak yang bersangkutan.

Lafadz yang dipakai dalam ijab qabul itu harus jelas pengertiannya menurut ‘urf (kebiasaan). Haruslah qabul itu sesuai ijab dalam segala segi. Apabila qabul menyalahi ijab, maka tidak sah, karena harus adanya persesuaian antara dua pernyataan itu.

Haruslah shighat ijab qabul memperlihatkan kesungguhan, tidak diucapkan secara ragu-ragu. Apabila shighatul ‘aqdi tidak menunjukkan kesungguhan, akad itu tidak sah.

Mengucapkan dengan lidah bukanlah satu-satunya jalan yang harus ditempuh dalam mengadakan akad. Ada beberapa cara untuk memperlihatkan kesungguhan dalam mengadakan akad tersebut.

Para fuqaha menerangkan berbagai cara yang bisa ditempuh dalam mengadakan akad, yaitu:

  1. Tertulis (kitabah), yaitu akad yang tertulis antara pihak aqid yang berjauhan atau tidak dapat hadir, sama dengan ucapan lidah yang dilakukan oleh mereka yang hadir. Bahkan dalam akad tertentu, yaitu hutang piutang, Allah memerintahkan untuk ditulis. Disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 283.
 وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضً۬ا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤۡتُمِنَ أَمَـٰنَتَهُ ۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ‌ۗ
وَلَا تَكۡتُمُواْ ٱلشَّهَـٰدَةَ‌ۚ وَمَن يَڪۡتُمۡهَا فَإِنَّهُ ۥۤ ءَاثِمٌ۬ قَلۡبُهُ ۥ‌ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٌ۬

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh se-orang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan per-saksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Qs. al-Baqarah/2: 283).

  1. Isyarat, bagi orang yang bisu.
  2. Ta’athi, ialah sebagai yang berlaku sekarang ini. Kita berikan harga, kita ambil barang, tak pernah dikatakan, saya jual ini kepada anda dan saya beli ini dari anda, walaupun oleh sebagian fuqaha tidak dibenarkan.
  3. Lisanul hal, apabila seseorang meninggalkan barang-barangnya dihadapan kita, kemudian dia pergi, kemudian kita ambil barang-barang itu, para fuqaha memandang telah ada akad titipan.

Syarat-syarat umum yang harus terpenuhi dalam segala macam akad:

  1. Para pihak yang berakad (aqid) cakap berbuat.
  2. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
  3. Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya dan melaksanakannya, walaupun dia bukan aqid sendiri.
  4. Akad itu memberikan manfaat.
  5. Ijab itu berjalan terus tidak dicabut sebelum qabul batallah biija.
  6. Bertemu di majelis akad. Ketentuan nomor 6 ini sesuai pendapat Imam Syafi’i.

 

Perilaku Orang Berakad

Perilaku yang harus dimiliki oleh aqid (orang yang berakad), adalah sebagai berikut:

1. Berlaku benar (lurus)

Berperilaku benar merupakan ruh keimanan dan ciri utama orang yang beriman. Sebaliknya, dusta merupakan perilaku orang munafik. Seorang muslim dituntut untuk berlaku benar, seperti dalam jual beli, baik dari segi promosi barang atau penetapan harganya. Oleh karena itu, salah satu karakter pedagang yang terpenting dan diridhai Allah adalah berlaku benar.

Dusta dalam berdagang sangat dicela terlebih jika diiringi sumpah atas nama Allah. “Empat macam manusia yang dimurkai Allah, yaitu penjual yang suka bersumpah, orang miskin yang congkak, orang tua renta yang berzina, dan pemimpin yang zalim.” (HR. Nasai, dan Ibnu Hibban).

2. Menepati Amanat

Menepati amanat merupakan sifat yang sangat terpuji. Yang dimaksud amanat adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya. Orang yang tidak melaksanakan amanat dalam Islam sangat dicela.

Hal-hal yang harus disampaikan ketika berdagang adalah penjual atau pedagang menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan harga barang dagangannya kepada pembeli tanpa melebih-lebihkannya. Hal itu dimaksudkan agar pembeli tidak merasa tertipu dan dirugikan.

3. Jujur

Selain benar dan memegang amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur. Kejujuran merupakan salah satu modal yang sangat penting dalam jual beli karena kejujuran akan menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak. Sikap jujur dalam hal timbangan, ukuran kualitas dan kuantitas barang yang diperjualbelikan adalah perintah Allah swt. Firman Allah dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 85).

وَإِلَىٰ مَدۡيَنَ أَخَاهُمۡ شُعَيۡبً۬ا‌ۗ قَالَ يَـٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَڪُم مِّنۡ إِلَـٰهٍ غَيۡرُهُ ۥ‌ۖ قَدۡ جَآءَتۡڪُم بَيِّنَةٌ۬ مِّن رَّبِّڪُمۡ‌ۖ فَأَوۡفُواْ ٱلۡڪَيۡلَ وَٱلۡمِيزَانَ
وَلَا تَبۡخَسُواْ ٱلنَّاسَ أَشۡيَآءَهُمۡ وَلَا تُفۡسِدُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَـٰحِهَا‌ۚ ذَٲلِڪُمۡ خَيۡرٌ۬ لَّكُمۡ إِن ڪُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٨٥

Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman. (Qs. al-A’raf /7: 85).

Sikap jujur pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang dagangan. Baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya: “Muslim itu adalah saudara muslim, tidak boleh seorang muslim apabila ia berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat, kecuali diterangkannya.”

Lawan sifat jujur adalah menipu atau curang, seperti: mengurangi takaran, timbangan, kualitas, kuantitas atau menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya.

Hadits lain meriwayatkan, dari Umar bin Khattab r.a. berkata, seorang lelaki mengadu kepada Rasulullah saw.: “Katakanlah kepada si penjual, jangan menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu diingatkannya jangan menipu”. (HR. Muslim).

 

Narasumber utama artikel ini:

Widjdan Al Arifin

 

banner 468x60