Pak AR (K.H. AR Fakhruddin; lahir 1915 wafat 1995) dikenal sebagai ulama yang bijak dan santun, tapi bisa juga bertindak tegas dan berani tentang hal-hal keumatan dan ke-Islam-an. Beliau bisa berkomunikasi secara efektif dengan lapis bawah masyarakat Indonesia sampai ke desa-desa; tetapi juga pintar berkomunikasi dengan pimpinan lembaga dan pemerintah.
Berikut ini tanya-jawab seputar shalat, yang merupakan petikan dari buku Soal Jawab yang Ringan-Ringan, baik kutipan langsung atau olahan dari halaman-halaman yang tersebar. Pertanyaan-pertanyaan itu umumnya diajukan oleh pendengar (lewat surat) yang menghadapi pelbagai masalah praktis sehari-hari. Jawaban Pak AR-pun jelas dan gamblang; yang pada intinya menekankan bahwa ibadah mahdhah itu sudah sempurna sebagaimana dituntunkan oleh Nabi SAW. Jadi, tidak perlu lagi ditambah-tambahi seolah Nabi meninggalkan aturan ibadah yang masih perlu disempurnakan oleh umatnya secara tambal-sulam di belakang hari.
1. Tentang Doa & Wirid Seusai Shalat
Apakah Rasulullah mempunyai wiridan tertentu yang dibaca seusai shalat?
Jawab: Menurut pengetahuan saya, dari membaca sejarah hidupnya, demikian pula dari hadits-hadits yang telah saya ketahui, Rasulullah tidak mempunyai wiridan tertentu yang dibaca setiap selesai shalat.
Saya sering mendengar di masjid atau langgar/mushalla, setiap selesai shalat Shubuh, Magrib dan Isya, imam bersama-sama makmum membaca dengan keras bacaan berikut: (1). Istighfar 3x; (2). Surat Al Fatihah; (3). Ayat “Wa ilahukum ilahun wahid la ilaha ila huwa rahman nur-rahim” (al-Baqarah: 163); (4). Ayat Kursi (al-Baqarah: 255); (5). Ayat “La ikraha fiddin…” (al-Baqarah: 256); (6). Subhanallah 33x; (7). Al-hamdulillah 33x; (8). Allahu Akbar 33x; (9). “La ilaha illallahu wah-dahu la syarikalahu lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadir”; (10). Tahlil (entah berapa kali); (11). Doa pan-jang (yang diamini para makmum dengan suara keras).
Cara demikian itu baik atau tidak? Bagaimana hukumnya, apakah wajib atau sunat? Apakah Rasulullah juga mengerjakan cara demikian? Apakah ada hadits yang menerangkan cara demikian itu?
Jawab: Menurut pengetahuan saya, sepertinya Rasulullah belum pernah menuntunkan wiridan dengan cara yang tertentu (ajeg). Memang benar beliau memerintahkan kepada kita supaya tiap selesai shalat membaca doa; tapi tidak memerintahkan untuk membaca bersama-sama harus dengan suara keras dan urutannya pun harus demikian. Maka para ulama yang hati-hati dalam soal agama, mengatakan bahwa cara yang demikian itu adalah bid’ah. Untuk pertanyaan apakah cara demikian itu baik atau tidak, tentu saya akan mengatakan bahwa bacaan itu semua baik. Bahkan ada yang diambil dari al-Quran; dan ada juga yang memang diperintahkan oleh Rasulullah untuk membacanya. Tetapi yang menjadi kaidah dalam ibadah itu bukan baik atau jelek. Yang kita jadikan kaidah ialah apakah ada perintah dari Allah atau dari Rasulullah. Kalau tidak ada perintah dari Allah atau dari Rasul, maka akan lebih selamat bila kita tinggalkan atau tidak kita kerjakan.
2. Berdoa Menggunakan Tasbih
Ada juga yang menggunakan tasbih untuk menghitung bacaannya itu. Apakah cara demikian diperbolehkan?
Jawab: Apabila dikatakan bahwa tasbeh atau tasbih (yang seperti untaian kalung) itu (tuntunan) dari Rasulullah, artinya Rasulullah juga menggunakan tasbih, setahu saya tidak ada perintah demikian. Jadi bukan sunnah; artinya bukan yang dikerjakan oleh Nabi SAW. Tetapi kalau niatnya hanya untuk menghitung, boleh-boleh saja. Sebetulnya kalau kita menghitung hanya sampai seratus-duaratus saja, cukup kita pergunakan jari-jari tangan kita. Tidak perlu tasbih segala. Sebab, kalau selalu kita gunakan tasbih secara terus-menerus kita membaca doa, dapat digolongkan bid’ah karena tidak ada perintah dari Rasulullah.
3. Berdoa dengan Menggoyang-goyangkan Badan
Apakah tiap membaca doa sesudah shalat itu harus dengan menggoyang-goyangkan badan ke kiri dan ke kanan bersama yang lain? Sebab, saya sering melihat orang-orang melakukan yang demikian itu.
Jawab : Setahu saya tidak ada perintah dari Allah atau dari perintah Rasulullah, yang memerintahkan agar setiap kita berdoa supaya menggoyang-goyangkan badan atau kepala kita seperti itu.
4. Berdoa dengan Menadahkan Tangan
Apakah Rasulullah saw. ketika berdoa juga menadahkan kedua tangannya? Apakah ada dasarnya apabila seseorang sehabis berdoa kemudian mengusapkan kedua-belah tangannya pada mukanya?
Jawab: Setahu saya, memang ada hadits yang menerangkan bahwa ketika Rasulullah berdoa menyampaikan sesuatu permohonan kepada Allah, dengan menadahkan kedua tangannya, lebih-lebih ketika menyampaikan permohonan dengan serius seperti dalam shalat Istisqa’, memohon turunnya hujan, Rasulullah mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.
Dalam hadits diterangkan bahwa ketika mengangkat tangan itu sampai terlihat ketiaknya.
Silakan membaca kitab Bulughul Maram atau Hadyur Rasul atau lainnya. Namun demikian, tidak semua doa Rasulullah selalu menadahkan tangannya.
5. Berdoa dengan Bahasa selain Arab
Apakah dibolehkan kita berdoa kepada Allah dengan bahasa Jawa atau Indonesia?
Jawab: Kalau dikerjakan di luar shalat, menurut pendapat saya, boleh-boleh saja.
6. Mengawali dan Mengakhiri Doa
Apakah dalam berdoa itu harus dimulai dengan “alhamdulillah” dan ditutup dengan membaca shalawat dan tasbih?
Jawab: Memang ada hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah dalam berdoa dimulai dengan membaca basmalah, kemudian alhamdulillah, terus shalawat. Tetapi tidak harus demikian pada setiap doa.
7. Bolehkah Shalat Memakai Bahasa Daerah?
Apakah dalam shalat tidak boleh berdoa dengan bahasa daerah? Apakah harus dengan bahasa Arab?
Jawab: Saya berpendapat bahwa shalat itu suatu ibadah khusus, yang cara-caranya, juga bahasanya harus mengikuti contoh yang dituntunkan Rasulullah. Demikian itu bukan karena saya fanatik kepada bahasa Arab, tetapi semata-mata mencontoh perbuatan Rasulullah saw.
8. Shalat Syukrul Wudlu dan Pelaksanaannya
Benarkah ada shalat yang dinamakan “syukrul wudlu” yang dikerjakan oleh para jamaah Jum’at sebelum atau sesudah shalat tahiyatul masjid?
Jawab: Dalam kitab Riyadus Shalihin ada uraian yang menyebutkan bahwa Rasulullah berdialog dengan sahabat Bilal:
“Hai, Bilal. Saya mendengar suara terompahmu di surga. Engkau mempunyai amal apa yang engka kerjakan?”
“Ya, Rasulullah. Saya tidak memiliki amal apa-apa yang istimewa. Saya hanya membiasakan shalat dua rakaat tiap-tiap sesudah wudlu.”
Dengan dasar percakapan antara Rasulullah dengan sahabat Bilal itulah ada shalat yang dinamakan Shalat Syukur Wudlu. Ada juga yang menyebutnya Shalat Sunat Wudlu. Sedang Rasulullah sendiri atau sahabat Bilal tidak memberi nama apa-apa. Shalat Syukur Wudlu atau Sunat Wudlu ini hanya dua rakaat, di-kerjakan di rumah masing-masing atau di mana pun. Tidak harus dikerjakan bersama Shalat Tahiyatul Masjid di hari Jumat.
9. Shalat Daim dan Prakteknya
Apakah yang disebut Shalat Daim itu? Apakah boleh orang tidak mengerjakan shalat lima waktu disebabkan sudah mempraktekkan Shalat Daim?
Jawab: Allah berfirman: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah; dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir; kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat; yang mereka itu tetap (dalam keadaan) mengerjakan shalatnya.” (Qs. al- Maarij 19-23).
Shalat adalah Rukun Islam yang kedua. Shalat lima kali sehari itu dilaksanakan pada waktu-waktu yang sudah ditentukan. Manusia diperintahkan shalat adalah untuk menambah ingatannya kepada Allah. Kita memang harus selalu ingat kepada Allah kapan pun dan dalam keadaan apapun.
Ketika sedang makan, minum, berjalan, naik kendaraan, berdagang, sedang di kantor, di toko, di pasar, di sawah, sedang sendirian atau ketika sedang bersama-sama orang lain, kita harus selalu ingat kepada Allah tanpa terputus; sampai kita dipanggil menghadap Allah atau mati.
Nah, keadaan demikian itulah yang disebut shalat daim. Artinya, selalu dalam keadaan ingat kepada Allah di mana pun, kapan pun dan dalam keadfaan apapun. Namun, kita harus tetap mengerjakan shalat, tidak boleh meninggalkan shalat yang lima waktu itu.
10. Shalat Sunnah Shafar dan Doa Bepergian
Apa yang disebut shalat sunat shafar itu? Kapan kita mengerjakan shalat sunat shafar?
Jawab: Shafar artinya bepergian. Pada umumnya “bepergian” di sini maksudnya adalah perjalanan dengan jarak tempuh yang jauh. Salah satu hadits menyebutkan bahwa apabila Nabi saw. akan bepergian jauh, lebih dulu shalat sunat dua rakaat.
Demikian pula ketika kembali, sampai di rumah juga mengerjakan shalat sunat dua rakaat. Bahkan sering dikerjakan oleh Nabi saw, shalat sunat dua rakaat ketika tiba kembali dari bepergian itu dikerjakan beliau di masjid.
Nah, shalat dua rakaat sebelum dan sesudah bepergian itu dinamakan shalat shafar. Dengan (shalat itu) bertawakal kepada Allah, memohon agar selama bepergian, sejak berangkat sampai kembali pulang dalam keadaan selamat tidak kurang suatu apa.
Apakah ada doa untuk bepergian atau doa shafar dan bagaimana penjelasan dan penerapannya?
Jawab: Ketika akan berangkat bepergian, sesudah keluar dari rumah, berdoalah sebagai berikut:
“Bismillah-hi tawakaltu alalla-hi la-haula wala-quwwata illa billah-hi” (Dengan asma Allah, saya berserah diri. Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dari Allah).
Bepergian untuk tujuan baik apapun, dengan kendaraan apapun, berdoalah seperti tersebut di atas. Lalu, dengan berbekal hati yang mantap, serta ihtiar yang cukup, kemudian dengan berserah diri kepada Allah, berangkatlah.
Apabila nanti tertimpa suatu kejadian, itu adalah atas kehendak Allah. Apabila mendapatkan sesuatu yang baik, bersyukurlah. Apabila mendapatkan sesuatu yang tidak dikehendaki, bersabarlah dan ridla atas takdir Allah. (rd)