banner 728x90

Menolak Kebenaran Islam

Tuntunan Aqidah #2

 

“Sesungguhnya aku (Muhammad) berada di atas hujjah yang nyata (al-Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”

 

Sekalipun berdasarkan dalil-dalil yang jelas dan tegas, Islam telah terbukti kebenarannya. Selain itu, Islam juga menjadi satu-satunya agama yang harus diikuti oleh seluruh umat manusia. Namun demikian, banyak di antara manusia yang tidak mau menerima atau menolak Islam sebagai agama mereka serta mendustakannya. Bahkan tidak sedikit yang memusuhinya atau berusaha untuk menghentikan perkembangannya. Hal ini terjadi semenjak dakwah Islam dimulai dan akan tetap berlanjut sampai kapanpun. Ingat, nama-nama seperti Abu Lahab, Abu Jahal dan Abu Thalib yang semenjak awal sampai kematian mereka tetap menolak untuk menerima Islam sebagai agamanya.

Terkait dengan hal tersebut, Allah swt. berfirman:

Katakanlah: “Sesungguhnya aku (Muhammad) berada di atas hujjah yang nyata (al-Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik” (Qs. al-An’am/6: 57).

Orang-orang yang menolak atau mendustakan kebenaran Islam dalam pandangan Allah swt, sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’an, disebut orang-orang kafir dan perbuatannya disebut kufur”.

Dalam surat al-Ankabut ayat 47 dan 68, Allah swt. juga berfirman:

وَكَذَٲلِكَ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡڪِتَـٰبَ‌ۚ فَٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَـٰهُمُ ٱلۡڪِتَـٰبَ يُؤۡمِنُونَ بِهِۦ‌ۖ

وَمِنۡ هَـٰٓؤُلَآءِ مَن يُؤۡمِنُ بِهِۦ‌ۚ وَمَا يَجۡحَدُ بِـَٔايَـٰتِنَآ إِلَّا ٱلۡڪَـٰفِرُونَ

Dan demikian (pulalah) Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran). Maka orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka al-Kitab (Taurat) mereka beriman kepadanya (al-Quran); dan di antara mereka (orang-orang kafir Mekah) ada yang beriman kepadanya. dan Tiadalah yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang kafir. (Qs. al-Ankabut/29: 47)

وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّنِ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ ڪَذِبًا أَوۡ كَذَّبَ بِٱلۡحَقِّ لَمَّا جَآءَهُ ۥۤ‌ۚ

أَلَيۡسَ فِى جَهَنَّمَ مَثۡوً۬ى لِّلۡڪَـٰفِرِينَ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir? (Qs. al-Ankabut/29: 68)

 

Pengertian Kufur dan Jenisnya

Secara bahasa, kufur berarti menutup, menghalangi dan menolak. Oleh karena itu, setiap sesuatu yang menutupi yang lain, disebut kafir. Malam hari disebut kafir, karena ia menutupi segala sesuatu. Para petani yang menanam tanaman juga disebut kafir, sebab ia menutup benih dengan tanah. Allah swt. berfirman:

Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan orang-orang kafir (para petani) [Qs. al-Hadiid/57: 20]

Secara istilah, ar-Razi melalui tafsirnya memberikan batasan makna orang-orang kafir, yaitu orang yang tidak mempercayai sedikitpun terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw., padahal hal itu telah diketahui secara nyata. Menurut definisi yang lain, kafir adalah lawan kata mukmin, yaitu orang yang mengingkari salah satu dari apa yang dibawa Nabi Muhammad saw. yang telah sampai kepada kita dengan riwayat yang meyakinkan, lagi pasti.

Secara garis besar, kufur dapat dikategorikan menjadi lima macam.

Pertama, Kufrut-Takdzib. Adalah kufur dengan cara mendustakan kebenaran (Islam) yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw., baik keseluruhannya maupun sebagiannya. Hal ini berdasarkan firman Allah:

Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang haq tatkala yang haq itu datang kepadanya? Bukankah dalam Neraka Jahanam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir? (Qs. al-Ankabuut/29: 68)

Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan kufur (ingkar) terhadap sebagian yang lain? (Qs. al-Baqarah/2: 85)

Kedua, Kufrul ‘Iba’i wal Istikbar. Yaitu kufur dengan menunjukkan ke-engganan dan kesombongannya, padahal sebenarnya ia mengetahui kebenaran Islam. Artinya, ia tidak tunduk kepada kebenaran, meskipun ia mengakui ada-nya kebenaran tersebut. Kufur semacam ini adalah seperti kufurnya Iblis.

Dalilnya adalah firman Allah dalam Qs. al-Baqarah/2: 34.

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘sujudlah kamu kepada Adam’. Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.

Ketiga, Kufrus-Syakki. Yaitu kufur dengan meragukan kebenaran ajaran Islam, termasuk meragukan al-Qur’an atau kenabian Nabi Muhammad saw.

Allah berfirman dalam Qs. Yunus/10: 104.

Katakanlah: “Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman”.

Keempat, Kufrul-I’radl. Yaitu kufur dengan cara berpaling dari ajaran Islam serta tidak mempercayainya.

Dalilnya adalah firman Allah berikut:

Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka. (Qs. al-Ahqaaf/46: 3)

Kelima, Kufrun-Nifaq. Yaitu kufur dengan sikap berpura-pura menampakkan kepercayaannya terhadap Islam dengan lisan, tetapi tidak mengakuinya dalam hati serta menyelisihinya dalam amal perbuatan.

Hal ini berdasarkan firman Allah:

Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti. (Qs. al-Munaafiquun/63: 3).

Diantara manusia ada yang mengatakan, “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (Qs. al-Baqarah: 8)

Jika dilihat dari segi keyakinannya, orang kafir dapat dikelompokkan menjadi lima golongan. Dalam al-Qur’an, kelompok-kelompok ini disebutkan secara umum, seperti terdapat pada surat al-Hajj ayat 17 dan al-Jaatsiyah ayat 24, sebagai berikut.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi’in, orang-orang Nasra-ni, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu (Qs. al-Hajj/22: 17).

Mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja (Qs. al-Jaatsiyah/45: 24).

Dalam ayat al-Qur’an di atas terdapat lima kelompok orang yang dikategorikan sebagai orang kafir, yaitu: ash-Shabi’ah atau ash-Shabi’in, al-Majus, al-Musy-rikun, al-Dahriyah atau al-Dahriyun dan Ahli Kitab. Masing-masing kelompok secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, ash-Shabi’ah adalah kelompok yang mempercayai pengaruh planet terhadap alam semesta. Kedua, al-Majus adalah para penyembah api yang mempercayai bahwa jagat raya dikontrol oleh dua sosok Tuhan, yaitu Tuhan Cahaya dan Tuhan Gelap, yang masing-masingnya bergerak kepada yang baik dan yang jahat, yang bahagia dan yang celaka dan seterusnya.

Ketiga, al-Musyrikun yaitu kelompok yang mengakui ketuhanan Allah swt., tetapi dalam ritual mempersekutukannya dengan yang lain, seperti: penyembahan berhala, matahari dan malaikat.

Keempat, yang disebut al-Dahriyah adalah kelompok ini selain tidak mengakui bahwa dalam alam semesta ini ada yang mengaturnya, juga menolak adanya Tuhan Pencipta. Menurut mereka, alam ini eksis dengan sendirinya. Kelompok ini agaknya identik dengan kaum atheis masa kini.

Kelima, Ahli Kitab. Dalam hal ini, terdapat dua pendapat ulama. Pendapat pertama dari mazhab Hanafi, bahwa yang termasuk Ahli Kitab adalah orang yang menganut salah satu agama Samawi yang mempunyai kitab suci seperti: Taurat, Injil, Suhuf, Zabur dan lainnya. Tetapi, pendapat kedua, menurut Imam Syafi’i dan Hambali, pengertian Ahli Kitab terbatas pada kaum Yahudi dan Nasrani. Kelompok ini disebut juga dengan Ahli Zimmah, yaitu komunitas Yahudi atau Nasrani yang berdomisili di wilayah umat Islam dan mendapat perlindungan pemerintah muslim.

Orang-orang yang menolak kebenaran Islam, apa pun sikap dan keyakinannya, seluruh amal mereka tidak akan diterima Allah swt. dan kelak di akhirat mereka akan menerima siksa di neraka selama-lamanya.

Allah swt. berfirman:

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi (Qs. Ali Imran/3: 85).

Dalam ayat lain Allah juga berfirman:

Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, sehingga bila didatangi dia tidak mendapati sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya (Qs. an-Nur/24: 39)

Rasulullah saw. menegaskan:

Dari Abi Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentang diriku, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa kecuali ia akan menjadi penghuni neraka” (Shahih Muslim).

 

Sikap Terhadap Orang yang Menolak Kebenaran Islam

Secara jelas, al-Qur’an telah memberikan petunjuk bagaimana sikap umat Islam terhadap orang-orang yang menolak kebenaran Islam (orang-orang kafir), yaitu: pertama, umat Islam harus senantiasa berusaha membuka “tabir” yang menyebabkan mereka tertutup (kufur), dengan cara mendakwahi mereka.

Allah swt. berfirman:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (Qs. an-Nahl/16: 125).

Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka... (Qs. asy-Syura/42: 15).

Kedua, dalam melakukan dakwah, umat Islam tidak boleh memaksa mereka untuk menjadi muslim, melainkan sekedar menjelaskan dan memberikan penjelasan tentang jalan yang haq dan yang batil.

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) Agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat…(Qs. al-Baqarah/2: 256).

Dan katakanlah, “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir...” (Qs. al-Kahfi/18: 29).

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (taufiq) kepada siapa yang dikehendaki-Nya… (Qs. al-Baqarah/2: 272).

Ketiga, umat Islam harus tetap berbuat baik terhadap mereka, lebih-lebih terhadap orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesung-guhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Qs. al-Mumtahanah/60: 8 )

Dan jika keduanya memaksamu menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik … (Qs. Luqman/31: 15)

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (Qs. al-Insaan/76: 8)

Keempat, umat Islam harus berbuat adil, tidak mendzalimi, dan tidak melakukan kekerasan terhadap mereka, seperti: memukul, membunuh atau semacamnya, selama mereka tidak memerangi kaum muslimin.

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa (Qs. al-Maa’idah/5: 8).

Kelima, umat Islam diperintahkan memerangi orang-orang kafir, tatkala mereka memerangi kaum muslimin dengan tindakan yang sepadan tanpa melampaui batas dan dengan cara-cara yang dibenarkan.

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, ka-rena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Qs. al-Baqarah/2: 190)

Diizinkan (berperang) orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka telah berkata bahwa: “Tuhan kami hanyalah Allah…” (Qs. al-Hajj/22: 39-40).

Keenam, umat Islam dilarang menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan, pemimpin atau penolong, selama mereka memerangi kaum muslimin.

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Qs. al-Mumtahanah/60: 9)

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah… (Qs. Ali Imran/3: 28)

(Keterangan: wali bentuk jamaknya adalah auliyaa, artinya teman yang akrab, pemimpin, penolong atau pelindung).

Ketujuh, umat Islam harus menyambut tawaran damai dari mereka setelah terlibat peperangan.

Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu (menyerah) maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menahan dan membunuh) mereka. (Qs. an-Nisaa’/4: 90).

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs. al-Anfaal/8: 61).

 

Narasumber utama artikel ini:

Zaini Munir Fadlali

 

banner 468x60