Tafsir QS al-Baqarah 38-39
قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ مِنۡہَا جَمِيعً۬اۖ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّى هُدً۬ى فَمَن تَبِعَ هُدَاىَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡہِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ -٣٨
وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَكَذَّبُواْ بِـَٔايَـٰتِنَآ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيہَا خَـٰلِدُونَ -٣٩
38-Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
39- Adapun orang-orang yang mengingkari dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
QS al-Baqarah ayat 38
(اهْبِطُوا مِنْهَا) ihbithuu minha: turunlah kamu darinya (surga)
(جَمِيعًا) jamii’a: semuanya, semua harus turun. Semuanya itu adalah Adam, Hawa dan juga Iblis (yang karena jahat kemudian disebut setan).
Ungkapan kata di atas merupakan penegasan dari ayat al-Baqarah 36 yang hanya memakai kata (اهْبِطُوا) turunlah kamu. Pada ayat 36 ini mengungkapkan adanya permusuhan abadi antara setan dan manusia dan juga adanya permusuhan antar manusia yang belum tentu abadi.
Ayat al-Baqarah 37 memperjelas arti “turun” menjadi “turunlah kamu darinya (surga) semuanya”. Yang dimaksud “semuanya” adalah Iblis (yang sudah menjadi setan), Adam dan Hawa.
(فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ) fa-immaa ya’tiyannakum: Maka jika nanti betul-betul datang kepadamu (Adam dan seluruh anak keturunannya).
Kata (فَإِمَّا) terdiri dari tiga kata: fa (فَ) maka – in (إِن) jika – maa (مَا) kata tambahan.
(مِنِّي هُدًى) minnii huda: petunjuk dari-Ku (Allah). Yang dimaksud petunjuk di sini adalah apa yang disampaikan oleh para rasul dan nabi. Sedangkan untuk saat sekarang adalah apa yang disampaikan Nabi Muhammad shalla Allaahu ‘alaiHi wa sallam (SAW) terutama yang berupa al-Qur’an di samping juga Sunnah Rasul Allah yang shahih (termasuk hasan).
(Mengingat begitu pentingnya pengertian mengenai hidayah apakah itu tingkatan atau macam-macamnya, lihatlah boks soal ini yang menguraikan hidayah atau petunjuk secara panjang lebar).
(فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ) fa man tabi’a hudaaya: Siapa yang mengikuti petunjuk-Ku. Mengikuti di sini berarti menerima, dan tidak menentangnya serta melaksanakan petunjuk (al-Qur’an dan sunnah) itu dalam kehidupan sehari-hari.
(فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ) fa laa khaufun ‘alaihim wa laa hum yahzanuun. Dengan menerima dan melaksanakan, maka tidak akan ada kekhawatiran dan tidak pula akan bersedih (duka bercampur ketakutan).
(خَوْفٌ) khauf: khawatir. Khauf adalah suatu perasaan khawatir akan terjadinya sesuatu yang tidak disukainya atas adanya tanda yang diduga atau sudah diketahui sebelumnya. Kebalikan dari kata khauf adalah al-amnu (الأمن) atau rasa aman, tenang dan damai.
(يَحْزَنُونَ) yahzanuun: bersedih (dalam arti berduka bercampur ketakutan atau berkabung). Dalam keadaan ini, seperti di hadapannya ada jalan yang berat, berlobang, penuh kesulitan. Kebalikannya adalah jalan yang halus dan nyaman. Kata ini juga mengandung arti goncangan jiwa karena ada rasa sedih, duka dan juga ketakutan.
QS al-Baqarah ayat 39
وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَكَذَّبُواْ بِـَٔايَـٰتِنَآ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيہَا خَـٰلِدُونَ -٣٩
39-Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(كَفَرُوا) kafara: Penjelasan kosa kata kafara ini merujuk kembali kepada Berkala Tuntunan Islam Edisi 4, artikel “Tafsir Al Qur’an” halaman 6, sebagai berikut.
al-Kufruu, bentuk masdar, berasal dari kata kafara, sebagaimana digunakan pada surat al-Baqarah ayat 6, menurut bahasa bermakna “menutup sesuatu dan merahasiakannya. Menurut istilah syar’iyah bermakna mengingkari Allah atau ketauhidan-Nya, atau kenikmatan-Nya, atau sifat-sifatNya. (Rasyid Ridha, al-Manar, II: 137).
Dalam al-Qur’an, kata al-Kufru dengan berbagai derivasinya diulang sebanyak 526 kali, dengan makna yang berbeda-beda sesuai dengan konteksnya, antara lain bermakna sebagai berikut.
Pertama, ingkar terhadap ketauhidan (ke-Esaan) Allah swt, seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 6. Kedua, menyangkal atau membantah terhadap penjelasan Allah swt. Seperti disebutkan dalam firman-Nya:
وَلَمَّا جَآءَهُمۡ كِتَـٰبٌ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٌ۬ لِّمَا مَعَهُمۡ وَكَانُواْ مِن قَبۡلُ يَسۡتَفۡتِحُونَ عَلَى ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَلَمَّا جَآءَهُم مَّا عَرَفُواْ ڪَفَرُواْ بِهِۦۚ فَلَعۡنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِينَ -٨٩
Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. (QS al-Baqarah: 89)
Ketiga, kufrun-ni’mah; mengingkari kenikmatan yang dikaruniakan Allah swt, seperti diungkapkan dalam firman-Nya:
فَٱذۡكُرُونِىٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡڪُرُواْ لِى وَلَا تَكۡفُرُونِ -١٥٢
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS al-Baqarah: 152)
Keempat, bebas (lepas) seperti diungkapkan dalam firman-Nya:
…إِنَّا بُرَءَٲٓؤُاْ مِنكُمۡ وَمِمَّا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ كَفَرۡنَا بِكُمۡ…
Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu (QS al-Mumtahanah: 4). (Sa’ad, 2000. Ma’ani al-Qur’an: 290).
(كَذَّبُوا) kadzdzabuu: mendustakan. Mendustakan di sini adalah tidak mempercayai (mengingkari) ayat-ayat Allah ta’aala. Selain ayat-ayat Allah, yang didustakan bisa juga berupa kebenaran:
بَلۡ كَذَّبُواْ بِٱلۡحَقِّ لَمَّا جَآءَهُمۡ فَهُمۡ فِىٓ أَمۡرٍ۬ مَّرِيجٍ -٥
Sebenarnya, mereka telah mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau-balau (QS Qaaf: 5)
Juga mendustakan para nabi dan rasul:
وَكَذَّبَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَمَا بَلَغُواْ مِعۡشَارَ مَآ ءَاتَيۡنَـٰهُمۡ فَكَذَّبُواْ رُسُلِىۖ فَكَيۡفَ كَانَ نَكِيرِ -٤٥
Dan orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan sedang orang-orang kafir Makkah itu belum sampai menerima sepersepuluh dari apa yang telah Kami berikan kepada orang-orang dahulu itu lalu mereka mendustakan rasul-rasulKu. Maka alangkah hebatnya akibat kemurkaan-Ku (QS Saba’: 45).
Ayat di atas masih membicarakan soal kisah Adam, Hawa dan Iblis (setan). Setelah Iblis berhasil menggoda Adam dan Hawa untuk tidak mematuhi perintah (atau petunjuk) Allah Ta’ala, maka mereka semua diperintah Allah untuk turun ke bumi. Allah menegaskan dan sekaligus memberi peringatan bahwa jika nanti datang petunjuk dari-Nya (Allah), maka ada pilihan. Siapa yang mengikuti petunjuk itu dan melaksanakannya maka tidak akan ada kekhawatiran dan tidak pula akan bersedih (duka bercampur ketakutan).
Sementara itu Allah Ta’aala mengancam orang-orang yang mengingkari dan mendustakan ayat-ayatNya, mereka itu akan mendapat siksaan sebagai penghuni neraka; dan mereka kekal di dalamnya.
PELAJARAN DARI AL-BAQARAH AYAT 38-39
- Nekad melanggar larangan Allah SWT bisa berakibat sangat besar. Hidup menjadi celaka dan sengsara. Kehidupan yang semula enak dan nyaman berubah menjadi kehidupan yang sangat tidak disukainya.
Melanggar larangan-larangan yang ada di dunia inipun juga bisa berakibat yang sangat tidak menyenangkan.
- Allah mengutus Rasul-Nya dengan membawa kitab suci. Rasul Muhammad SAW adalah utusan Allah yang terakhir yang dianugerahi kitab suci al-Qur’an dan juga membawa sunnah yang merupakan petunjuk kepada manusia seluruhnya yang harus diterima dan diamalkan. Ketaatan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan akan menjadikan manusia selamat dan bahagia di dunia dan akhirat.
- Mengingkari dan mendustakan ayat-ayatNya, juga tidak mengikuti petunjuk yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad bisa berakibat akan mendapat siksaan sebagai penghuni neraka; dan mereka kekal di dalamnya.
Narasumber utama artikel ini:
M. Yusron Asrofie