banner 728x90

Adab Bertamu

ADAB MENJADI TAMU

 

Bertamu adalah bagian dari cara bersillaturrahim, merupakan amalan utama yang dicontohkan Rasululah SAW. Beliau memberikan contoh dan petunjuk bagaimana sebaiknya kita bertamu. Diantara adab bertamu adalah sebagai berikut:

 

1. Bertamu Untuk Memenuhi Undangan

Salah satu kewajiban seorang muslim adalah menghadiri undangan yang ditujukan kepadanya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ َ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

 

Abu Hurairah RA berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin”.

Orang mengundang kita untuk berbagai kepentingan. Ada undangan untuk menghadiri walimatul ‘ursy, aqiqah, lamaran, jamuan makan biasa, bermusyawarah, atau untuk kepentingan lainnya. Para ulama sepakat bahwa undangan apapun hendaknya kita sambut dengan baik sepanjang untuk kebaikan dan tidak terdapat kemungkaran di dalamnya, atau diketahui jamuan tuan rumah berumupa makanan/ minuman haram atau berasal dari yang haram.

Menghadiri undangan adalah bentuk penghormatan kepada pengundang yang berdampak memberikan perasaan senang dan bahagia. Sebaliknya, mengabaikan undangan menimbulkan kekecewaan bagi pengundang. Menyenangkan orang lain merupakan bagian dari amal shaleh.

 

2. Bertamu atas inisiatif sendiri

Bertamu bisa dilakukan atas inisitif sendiri untuk menyambung dan memperkuat sillaturrahim dengan para sahabat. Sillaturrahim memperluas rejeki dan memanjangkan umur, sebagaimana sabda rasulullah SAW sbb:

 

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

 

Dari Ibnu Syihab dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa ingin dilapangkan pintu rizqi untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi.” (HR Bukhari)

Bertamu bagus dilakukan kepada sahabat yang telah lama tidak berjumpa maupun untuk menunaikan hajat lainnya seperti memberikan hadiah, oleh-oleh atau sedekah; menjenguk anggota keluarga tuan rumah yang sakit; saling bertukar informasi atau pengetahuan; mengembangkan usaha; sekedar kangen-kangenan, atau kepentingan lainnya. Apapun kepentingannya hendaklah semuanya diniatkan karena Allah semata-mata, Insya Allah membawa berkah bagi yang berkunjung maupun bagi tuan rumah.

Sebaiknya sebelum datang bertamu meminta ijin terlebih dahulu kepada tuan rumah, dan meminta saran kapan sebaiknya waktu kunjungan. Hal ini penting mengingat bahwa saat ini kesibukan seseorang semakin tinggi. Langsung datang ke rumah memang tidak ada larangan, tetapi tanpa janjian terlebih dahulu ada kemungkinan tidak ketemu atau mungkin mengganggu kesibukan utama tuan rumah. Dengan teknologi informasi yang telah berkembang saat ini, kita bisa meminta ijin melalui telepon atau sms.

Hindari pula waktu-waktu nanggung seperti waktu shalat, waktu yang dibiasakan tuan rumah untuk kegiatan penting sehari-hari seperti waktu-waktu tadarrus bakda maghrib, waktu istirahat, tengah malam dll, kecuali atas seijin tuan rumah.

 

3. Saat Datang Bertamu

Ketika datang bertamu hendaklah dengan cara yang baik: mengetuk pintu dengan lembut atau menekan bel bila tersedia, mengucap salam, tersenyum dan dengan muka berseri. Firman Allah:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta ijin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat (QS An-Nur ayat 27)

Setelah dibukakan pintu, disambut tuan rumah dan dipersilahkan duduk, duduklah dengan sikap yang sopan di tempat yang ditunjukkan buat Anda. Hindarilah terlalu banyak mengamati isi rumah apalagi memata-matai penghuni rumah.

Setelah saling menanyakan kabar dan berbasa basi sejenak, segeralah sampaikan maksud kunjungan Anda.

 

4. Menikmati Jamuan

Kewajiban tuan rumah menghidangkan jamuan bagi tetamunya, dan tetamu hendaknya menikmati hidangan yang disajikan. Hindari mencela hidangan sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنْ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

Dari Abu Hurairah ia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencela makanan sekali pun. Bila beliau berselera, maka beliau memakannya dan bila tidak suka, maka beliau meninggalkannya (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah)

Makanlah dengan adab yang diajarkan Rasulullah SAW: membaca basmalah ketika hendak makan atau minum, mengambil dan menyuap makanan dengan tangan kanan, mengambil yang posisinya terdekat, dianjurkan tetap bercakap-cakap ketika makan, makan secukupnya dan tidak berlebihan, menghabiskan makanan yang diambil, dan membaca hamdalah setelah selesai (Insya Allah tentang adab makan akan dijelaskan dalam edisi tersendiri).

 

5.  Berima Kasih dan Berdoa Kepada Tuan Rumah

Ucapkan terima kasih atas sambutan dan hidangan yang diberikan kepada Anda, dan berikan apresiasi yang tinggi atas kepada tuan rumah. Pandai berterima kasih adalah adalah salah satu ciri orang berakhlak mulia yang akan melipatgandakan nikmat Allah  kepadanya. Firman Allah:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rejeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah” (QS al-Baqarah ayat 172)

Kita memperoleh rejeki Allah tidak semata-mata atas jerih payah diri sendiri, tetapi selalu ada keterlibatan orang lain yang menjadi perantara datangnya rejeki tersebut. Hidangan yang berikan saat bertamu merupakan rejeki Allah  melalui perantara tuan rumah. Berterima kasih kepada tuan rumah merupakan syarat kesyukuran kepada Allah SWT.  Rasulullah SAW bersabda:

 

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ

 

“Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah”. (HR Tirmidzi)

Apa yang dilakukan tuan hendaknya kita apresiasi dengan baik dengan memberikan komentar atau pujian yang tulus sebagaimana dilakukan Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits dari Dari Anas bin Malik, ia berkata:

“Bahwasanya Nabi SAW apabila berbuka puasa di suatu rumah, beliau bersabda: “Telah berbuka puasa di rumah kalian orang yang sedang berpuasa, dan orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian dan malaikat telah turun di tengah-tengah kalian.” (HR Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad)

Hendaklah berdoa untuk tuan rumah. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW mendoakan Abdullah bin Busr setelah ia menghidangkan makanan utuk beliau:

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ قَالَ نَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَبِي فَقَرَّبْنَا إِلَيْهِ طَعَامًا فَأَكَلَ مِنْهُ ثُمَّ أُتِيَ بِتَمْرٍ فَكَانَ يَأْكُلُ وَيُلْقِي النَّوَى بِإِصْبَعَيْهِ جَمَعَ السَّبَّابَةَ وَالْوُسْطَى قَالَ شُعْبَةُ وَهُوَ ظَنِّي فِيهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَأَلْقَى النَّوَى بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ ثُمَّ أُتِيَ بِشَرَابٍ فَشَرِبَهُ ثُمَّ نَاوَلَهُ الَّذِي عَنْ يَمِينِهِ قَالَ فَقَالَ أَبِي وَأَخَذَ بِلِجَامِ دَابَّتِهِ ادْعُ لَنَا فَقَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيمَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ

 

Dari Abdullah bin Busr ia berkata; Rasulullah SAW mengunjungi ayahku, kemudian kami menyuguhkan makanan untuk beliau. Beliau pun makan sebagian darinya, kemudian beliau diberi kurma, dan beliau makan serta membuang bijinya menggunakan dua jari beliau. Abdullah bin Busr menggabungkan jari telunjuk dan jari tengah. Syu’bah berkata; dan itu yang aku yakini insya Allah. Dan beliau membuang biji kurma diantara kedua jarinya. Kemudian beliau diberi minum, lalu beliau meminumnya kemudian memberikan kepada orang yang ada di samping kanannya. Abdullah bin Busr berkata; ayahku dalam keadaan memegang kendali hewan kendaraannya berkata; doakan untuk kami! Kemudian beliau berdoa: “Allaahumma baarik lahum fiimaa razaqtahum waghfir lahum warhamhum.” (Ya Allah, berkahilah mereka pada rizki yang telah engkau berikan kepada mereka, dan ampunilah dosa mereka, serta kasihilah merekah.” (HR Tirmidzi)

 

6. Bila harus menginap maksimal 3 hari

Bila yang dikunjungi bertempat tinggal cukup jauh dan harus menginap, maksimal boleh menginap sampai 3 hari. Rasulullah SAW bersabda:

 

عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْكَعْبِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ مِثْلَهُ

 

Dari Abu Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam, dan bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah baginya, tidak halal bagi tamu tinggal (bermalam) hingga (ahli bait) mengeluarkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kita seharusnya memahami bahwa setiap orang memiliki kesibukan. Seorang muslim berkewajiban memuliakan tamunya dengan sambutan dan jamuan selama tamunya berada di rumahnya. Bertamu dalam waktu yang lama tentu dapat mengganggu aktifitas penting tuan rumah.  Oleh karena itu, Islam memberikan toleransi maksimal 3 hari kita boleh menginap dalam bertamu.

Melebihi tiga hari dapat menyebabkan tuan rumah berdosa, sebagaiman disebutkan dalam hadits dari Abu Syuraih Al Khuza’I, dia berkata:

“Rasulullah SAW bersabda: “Bertamu itu selama tiga hari, dan pelayanannya selama siang atau malam hari. Tidak halal bagi seorang muslim bermukim di rumah saudaranya sampai saudaranya berdosa karenanya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dia bisa berdosa?” beliau menjawab: “Dia bermukim di rumah saudaranya hingga saudaranya tidak punya apa-apa lagi untuk menjamunya.” (HR Muslim)

 

7. Perhatikan Keadaan Tuan Rumah

Hendaklah seorang tamu bertenggang rasa dengan memperhatikan bagaimana keadaan tuan rumah sehingga kehadirannya dapat menyenangkan bagi tuan rumah dan tidak memberatkannya. Bila terlihat tuan rumah sedang sibuk, banyak pekerjaan, atau terlihat repot, bersegaralah menyampaikan maksud kunjungan dan jangan berlama-lama. Perhatikan pula isyarat yang diberikan tuan rumah seperti berulang-ulang melihat jam, atau terlihat gelisah, merupakan pertanda bahwa ia ingin tamunya segera pulang. Rasulullah berpesan:

 

وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ

 

“Tidak halal bagi tamu berlama-lama di tempat kunjungannya sehingga memberatkan tuan rumah” (HR Tirmidzi)

Apalagi mengunjung orang sakit, sebaiknya tidak berlama-lama untuk memberikan kesempatan kepadanya beristirahat.

 

8. Berpamitan Ketika Selesai Urusan

Bila urusan telah selesai segeralah berpamitan kecuali ditahan oleh tuan rumah. Bedakan menahan sekedar basa basi atau menahan sesungguhnya. Kultur masyarakat tertentu ada yang menjawab pamitan tamu dengan “Kok tergesa-gesa?” atau “Mbok nanti-nanti”. Itu adalah jawaban standar basa basi atas permintaan pamit. Ucapkan salam dan tinggalkan rumah dengan senyum.

 

ooo

 

HAK-HAK TAMU

 

 

عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْكَعْبِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ

 

Dari Abu Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam. Dan bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah baginya;  dan tidak halal bagi tamu tinggal (berlama-lama) sehingga memberatkannya.”[i]

 

Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan interaksi dengan orang lain. Bertamu dan menerima tamu adalah aktivitas yang hampir terjadi pada setiap orang. Rasulullah SAW memerintahkan kita bersillaturrahim, dan salah satu bentuknya dengan saling mengunjungi. Aktifitas ini mempererat hubungan dan memupuk kasih sayang antara pihak yang berkunjung dengan yang dikunjungi. Memiliki hubungan baik dengan banyak orang memicu kebahagiaan dan membuat hidup kita terasa indah.

Bagaimana perasaan Anda ketika semua orang menghormati, menyayangi, memperhatikan, dan mengapresiasi Anda? Pastinya Anda merasa berbunga-bunga. Perasaan ini memicu otak mengeluarkan hormon endorfin yang membuat kita merasa senang bahagia. Kebahagiaan membuat kita bersemangat menjalani aktifitas sehari-hari dengan enerjik. Itulah modal berharga menuju kesuksesan.

Sebaliknya hubungan buruk dengan orang lain membuat dunia ini terasa sempit dan hidup menjadi sulit. Pernahkan Anda dibenci dan dilecehkan orang? Sangat tidak enak bukan? Setiap kita tahu ada orang yang membenci, jantung berdegup lebih keras dan berdebar-debar. Hormon adrenalin dan noradrenalin mengalir deras membuat pembuluh darah menyempit menimbulkan perasaan cemas, khawatir, dan takut.

Bertamu dan menerima tamu merupakan amal untuk membina hubunan baik. Kita bisa mengunjungi saudara, kerabat, sahabat, relasi, dan lain-lain. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan tentang adab bertamu yang membawa berkah bagi orang yang bertamu dan yang menerima tamu.

 

 

ADAB MENERIMA TAMU

 

Kedatangan tamu adalah berkah bagi setiap muslim. Hendaknya tetamu-tetamu kita sambut dengan sebaik-baiknya agar pahala yang kita terima adalah pahala yang sebaik-baiknya. Di antara adab menerima tamu adalah sebagai berikut:

 

1. Menerima Tamu dengan Baik

Tamu yang datang berkunjung ke rumah kita ada kalanya datang sendiri dan ada kalanya memang kita undang. Kedua-duanya hendaknya diterima dengan baik. Rasulullah SAW adalah contoh teladan penerima tamu yang baik.

 

قَالَ جَرِيرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ مَا حَجَبَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ وَلَا رَآنِي إِلَّا ضَحِكَ

 

Dari Jarir bin ‘Abdullah berkata; “Sejak saya masuk Islam, Rasulullah SAW tidak pernah menolak saya untuk bertamu dan berkunjung ke rumah beliau. Dan beliau selalu tersenyum setiap kali melihat saya.”[ii]

Menerima dan memuliakan tamu merupakan bagian dari tanda keimanan, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abu Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam, dan bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah baginya, tidak halal bagi tamu tinggal (bermalam) hingga (ahli bait) mengeluarkannya.”[iii]

Seorang mukmin hendaknya siap menerima tamu di rumahnya atau tempat lain yang layak. Terlebih-lebih bila tamu-tamunya datang atas undangannya, persiapannya haruslah lebih baik. Siapkan di mana mereka akan ditempatkan, bagaimana penyambutannya, dan apa jamuan atau hidangannya. Bila harus menginap, disiapkan pula kamar tempat mereka tidur. Mendapatkan jamuan adalah salah satu hak tamu yang harus kita tunaikan.

Kitapun juga harus menyiapkan diri untuk kedatangan tamu kapan saja. Salah satu bentuk kesiapannya diwujudkan dengan menyediakan ruang tamu di rumah kita. Alhamdulillah, hampir setiap rumah kaum muslimin telah disediakan ruang tamu, dan bahkan banyak pula yang  menyediakan kamar khusus untuk tamu yang menginap.

 

2. Menyambut Tamu dengan Baik

Ketika ada orang yang mengetuk pintu rumah atau memencet bel dan memberi salam adalah pertanda ada orang yang mau bertamu ke rumah kita. Hendaklah menjawab salam dan bersegera memberikan sambutan dengan membukakan pintu, senyum ceria, dan menyapa dengan ramah. Senyum ceria merupakan ekspresi bahwa kita senang menyambut kedatangannya. “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah”, demikian sabda Nabi SAW[iv].

Beliau juga bersabda:

 

لَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنْ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ الْمَعْرُوفِ

 

“Janganlah engkau remehkan perkara ma’ruf, berbicaralah kepada saudaramu dengan wajah yang penuh senyum dan berseri, sebab itu bagian dari perkara yang ma’ruf[v]

Beliau memberikan teladan dengan selalu tersenyum ketika berbicara.[vi] Beliau dikenal sebagai orang yang paling banyak senyumnya, sebagaimana hadits dari Abdullah bin Al Harits bin Jaz`i dia berkata; “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyumannya selain Rasulullah SAW.”[vii] Senyum kita melapangkan hati tamu dan membuat mereka merasa terhormat dan dihargai.

Sapaan yang hangat akan lebih mencairkan suasana sehingga pertemuan menjadi lebih hangat dan akrab. Rasulullah memberikan teladan dalam menyapa tetamu-tetamu beliau. Ketika menerima utusan Abdul Qais beliau menyambut: “Selamat datang wahai para utusan, yang datang tanpa rasa kecewa dan penyesalan”[viii]. Bahkan ketika Fathimah puteri beliau datang berkunjung, beliau menyambut: “Selamat datang, wahai puteriku”[ix].

Tanyakan pula bagaimana keadaan mereka dengan menanyakan: “Apa kabar?”. Sapaan yang ramah merupakan ungkapan bahwa kita senang menerima tamu kita.

Selanjutnya persilahkan duduk di tempat yang selayaknya di ruang tamu. Kebanyakan rumah dilengkapi dengan ruang tamu. Hendaknya ruang tamu selalu dijaga agar tetap dalam keadaan bersih, rapi, dan wangi. Keadaan yang kotor, berantakan, dan bau tak sedap menjadikan suasana menjadi kurang nyaman.

 

3. Menjamu

Setelah tamu duduk dan berbasa basi sebentar, segeralah persiapkan dan hidangkan suguhan berupa air minum dan makanan ringan. Mendapat suguhan merupakan hak tamu. Dari Abu Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam.”[x]

Nabiyullah Ibrahim AS juga memberikan contoh dalam memberikan penghormatan kepada tetamunya sebagaimana diabadikan dalam al-Qur’an:

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan?  Ingatlah ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan “salam”, Ibrahim menjawab: “Salam, orang-orang yang tidak dikenal”. Maka ia pergi diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkan kepada mereka. Ibrahim berkata: “Silakan kamu makan”. [xi]

 

Nabi Muhammadi sendiri suka memberikan hidangan kepada tamu-tamu beliau. Dari Al-Mughirah bin Syu’bah dia berkata:  “Pada suatu malam saya pernah bertamu kepada Nabi SAW. Lalu beliau memerintahkan untuk diambilkan sepotong daging kambing besar. Setelah dipanggang, beliau mengambil sebilah pisau, lalu beliau memotong-motongnya untukku dengan pisau tersebut”[xii].

Terhadap tamu non muslim pun beliau menjamu. Dari Abu Hurairah berkata, “Seorang kafir datang bertamu kepada Rasulullah SAW. Maka beliau memerintahkan untuk mendatangkan seekor kambing untuk diperah, orang kafir itu lalu memimun perahan susunya. Lalu diperahkan dari kambing yang lain, dan ia meminumnya. Lalu diperahkan dari kambing lain lain, dan ia meminumnya lagi, hingga menghabiskan susu dari tujuh kambing. Keesoakan harinya orangitu masuk Islam. Rasulullah SAW menyuruh agar kambing beliau diperah. Diapun minum air susunya, kemudian beliau memerahkannya lagi namun dia tidak sanggup menghabisinya. Sehingga Rasulullah SAW bersabda: “Seorang mukmin minum dengan satu usus sedangkan orang kafir minum dengan tujuh usus.”[xiii]

Terhadap pentingnya menjamu, Rasulullah menyatakan:

 

عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ أَبِي كَرِيمَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا مُسْلِمٍ أَضَافَ قَوْمًا فَأَصْبَحَ الضَّيْفُ مَحْرُومًا فَإِنَّ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ نَصْرَهُ حَتَّى يَأْخُذَ بِقِرَى لَيْلَتِهِ مِنْ زَرْعِهِ وَمَالِهِ

 

Dari Al Miqdam bin Ma’di Karib, Abu Karimah dari Nabi SAW, “Seorang muslim yang bertamu kepada suatu kaum, dan pagi harinya tamu itu dalam keadaan tidak mendapatkan jamuan, seorang muslim wajib menolongnya hingga ia mengambilkan jamuan malamnya dari tanamannya dan hartanya.”[xiv]

Para sahabat sangat mementingkan jamuan untuk tamu. Berikut ini riwayat terkait yang disampaikan oleh Nabi kepada Abu Hurairah:

“Seorang laki-laki Anshar kedatangan tamu dan bermalam di rumahnya. Padahal dia tidak mempunyai makanan selain makanan anak-anaknya. Maka dia berkata kepada isterinya; ‘Tidurkan anak-anak dan padamkan lampu. Sesudah itu suguhkan kepada tamu kita apa adanya.’ Kata Abu Hurairah: ‘Karena peristiwa itu maka turunlah ayat Al Hasyr 9 itu[xv]:

“Dan mereka mengutamakan orang lain (muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…”

 

Bagian ke-4 dari Surah Al Hasyr 9 itu menunjukkan penghargaan Al Qur’an kepada orang yang memiliki empati kepada orang lain, padahal dirinya sendiri dalam kesusahan. Bayangkan betapa tinggi nilai perbuatan seperti itu.

Anda yang memiliki kecukupan rezeki ada baiknya senantiasa memiliki persediaan minuman dan makanan di rumah, sehingga sewaktu-waktu ada tamu tinggal menghidangkannya.

Ketika hidangan telah siap tuan rumah mempersilahkan tetamunya menikmati terlebih dahulu, baru ia mengikuti setelah tetamunya. Hal ini berdasar hadits Qatadah RA yang cukup panjang, dia berkata: “….. Lalu Rasulullah SAW menuangkan air dan aku membagikannya, hingga tidak ada yang tersisa selain aku dan Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Minumlah”. Aku jawab, “Aku tidak akan minum hingga engkau minum, wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya, orang yang memberi minum itulah yang terakhir minum”. Qatadah melanjutkan: “Maka akupun minum, dan Rasulullah SAW pun kemudian minum….”[xvi]

 

4. Mengiringi Tamu Ketika Pulang

Bila tetamu telah menikmati jamuan yang disajikan, menyelesaikan hajatnya, dan berpamitan hendak pulang hendaknya diucapkan kata-kata perpisahan yang menyenangkan, berterima kasih atas kunjungannya, dan menunjukkan raut wajah yang berseri-seri. Untuk menunjukkan keakraban, antarkan tamu hingga halaman rumah, dan pandanglah hingga ia telah keluar dari halaman rumah.

Abu Ubaid Qasim bin Salam pernah mengunjungi Ahmad bin Hambal. Abu Ubaid berkata: “Tatkala aku hendak pergi, dia bangun bersamaku. Aku pun berkata (karena malu atas penghormatannya itu): “Jangan kau lakukan ini, wahai Abu Abdillah!”.

Sementara itu Abu Amar al-Hamadzani As-Sya’bi, seorang pemuka tabi’in yang cerdas dan tawadu’ yang diketahui belajar kepada 500 sahabat Nabi, mengatakan: “Di antara kesempurnaan sambutan orang yang dikunjungi adalah engkau berjalan bersamanya hingga ke pintu rumah dan mengambilkan kendaraannya.”[xvii]

***

Ajaran memuliakan tamu adalah ajaran luar biasa dalam membangun sillaturrahim dan hubungan baik sesama muslim. Di sinilah Islam mengenalkan konsep “hak-hak tamu” kepada umat. Mudah-mudahan kita dapat mengamalkan dengan baik dengan menunaikan hak-hak tamu yang menjadi kewajiban kita. Insya Allah iman kita semakin meningkat.

Wallahu a’lam.

 

 

 

[i] HR Bukhari (Kitab Bukhari HN 5670)

[ii] HR Muslim (Kitab Muslim HN 4522)

[iii] HR Bukhari (Kitab Bukhari HN 5670)

[iv] HR Tirmidzi

[v] HR Abu Daud (Kitab Abu Daud HN 2562)

[vi] HR Ahmad (Kitab Ahmad HN 20742)

[vii] HR Tirmudzi (Kitab Turmudzi HN 3574)

[viii] HR Bukhari dan Muslim dari Ibu Abbas

[ix] HR Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah

[x] Kitab Bukhari HN 5670

[xi] QS Ad-Dzariyat ayat 24 – 27

[xii] Kitab Abu Daud HN 160

[xiii] Kitab Malik HN 1443

[xiv] Kitab Ahmad HN 16549

[xv] Kitab Muslim HN 5380

[xvi] HR Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi

[xvii] Al Adab As-Syar’iyah dalam Ringkasan Kitab Adab oleh Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub

 

 

Yogyakarta; 15 Juli 2013

Agus Sukaca

guskaca@gmail.com

banner 468x60