“Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi SAW bersabda: ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Rabbnya, seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang [laki-laki dan perempuan] yang saling mencintai karena Allah [mereka bertemu dan berpisah karena Allah], seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang perempuan kaya lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’, dan seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena menangis”.[1]
-
Pendahuluan
Hidup bermasyarakat adalah sunah, atau hukum qadra- iradat Allah atas kehidupan manusia di muka bumi. Manusia tidak mungkin bisa hidup sendirian. Interaksi antar sesama manusia menjadikan kehidupan memiliki arti dengan saling memberi dan berbagi manfaat. Kita bisa makan beraneka ragam makanan karena ada orang lain yang menanam, mengolah, memasak, menjual, dan menyajikannya. Kita bisa berpakaian karena ada orang lain yang mengolah bahan, menenun, menjahit, dan menjual pakaian yang siap pakai. Kita bisa bepergian dengan kendaraan karena ada orang lain yang membuat jalan, membuat kendaraan, mengolah bahan bakar, dan mengemudikannya. Beberapa contoh ini menunjukkan betapa segala aktivitas manusia selalu melibatkan orang lain.
Dalam interaksi sesama manusia, ada peristiwa yang pasti dialami, yakni perjumpaan dan perpisahan. Setiap hari, keduanya telah dijumpai dan dilakukan berkali-kali. Ketika berdiam di suatu tempat, kita bisa berjumpa dengan orang-orang lewat atau mereka yang secara khusus mendatangi kita. Ketika bepergian, kita bisa berjumpa dengan orang-orang di jalan dan di tempat yang hendak dituju. Sedangkan, ketika meninggalkan suatu tempat, kita biasanya berpisah dengan orang-orang yang berada di lokasi itu. Semua aktivitas ini telah menjadi contoh di mana peristiwa perjumpaan dan perpisahan merupakan hal yang seringkali dialami manusia.
Namun demikian, bagi seorang muslim, setiap aktivitas perjumpaan dan perpisahan itu sudah seharusnya menjadi peristiwa yang memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Karena itulah, Islam mengatur dan mengajarkan tentang hal ini, sehingga setiap aktivitas perjumpaan dan perpisahan dapat bermanfaat. Bahkan, Allah berjanji memberi perlindungan bagi tujuh golongan, yang salah satunya adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah). Di bawah ini merupakan beberapa tata krama setiap perjumpaan yang diajarkan Islam kepada kita.
-
Tata-krama setiap Perjumpaan
- Tersenyum
Senyum tulus adalah bahasa tubuh yang menjadi ekspresi kegembiraan dan kebahagiaan. Untuk itu, senyuman yang tulus akan membuat hangat pergaulan. Orang yang tersenyum dengan tulus, otaknya akan merangsang produksi hormon kebahagiaan yang banyak manfaatnya bagi tubuh. Sebagian besar orang yang diberikan senyuman pun akan membalas dengan senyuman. Senyum balasan yang dilakukan dengan tulus, merangsang pula produksi hormon kebahagiaan.
Itulah salah satu nilai sedekah orang yang tersenyum buat sahabatnya, sehingga dapat membuatnya ikut mendapatkan tambahan hormon kebahagiaan. Orang yang banyak tersenyum menandakan kelapangan jiwa dan pikiran yang positif. Hal ini jelas berbeda dengan mereka yang suka memberikan senyum kecut atau sinis. Senyum kecut biasanya mengekspresikan kekecewaan seseorang. Sedangkan, senyum sinis adalah bentuk dari ekspresi kesombongan.
Rasulullah SAW telah mengajarkan kita agar banyak memberikan senyuman yang tulus. Hal ini ditelah dicontohkan melalui keteladanan Beliau dalam kehidupan sehari-hari.
عَنْ جَرِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ مَا حَجَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ وَلَا رَآنِي إِلَّا تَبَسَّمَ فِي وَجْهِي
“Dari Jarir r.a. berkata; Nabi SAW tidak pernah melarangku untuk bertemu Beliau semenjak aku masuk Islam dan tidaklah Beliau melihat aku melainkan Beliau tersenyum ke wajahku”.[2]
Abdullah bin al-Harits bin Jaz’i berkata; “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyumannya selain Rasulullah SAW”.[3]
Rasulullah memerintahkan kita tersenyum dan menunjukkan wajah yang berseri-seri. Beliau bersabda: “Janganlah engkau remehkan perkara ma’ruf, berbicaralah kepada saudaramu dengan wajah yang penuh senyum dan berseri, sebab itu bagian dari perkara yang ma’ruf”.[4]
- Mengucapkan Salam
Di antara hak muslim atas kita adalah memberikan salam ketika menjumpainya. Inilah hak yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Adapun ketentuan mengenai adab salam telah diuraikan pada edisi 9. Ucapan salam adalah sebagai berikut:
ألَسلامُ عليكم ورحمةُ الله وبركاتُهُ
“Semoga keselamatan tetap atas kamu sekalian, demikian pula rahmat Allah dan barakah-Nya”
- Berjabat Tangan
Berjabat tangan merupakan amalan yang mula-mula diamalkan oleh penduduk Yaman.[5] Rasulullah SAW senantiasa berjabat tangan ketika berjumpa dengan sahabat-sahabatnya. Abu Dzar berkata: “Aku tidak pernah berjumpa dengan Beliau, kecuali Beliau menjabat tanganku. Suatu hari, Beliau mengutus utusan kepadaku saat aku tidak ada di rumah. Ketika kembali ke rumah, aku diberi kabar bahwa Beliau telah mengutus seorang utusan kepadaku. Maka aku mendatanginya saat Beliau berada di atas pembaringan, lantas Beliau memelukku. Maka pelukan itu lebih indah, dan lebih indah”.[6]
Amalan berjabat tangan juga dikerjakan oleh para sahabat, khususnya pada saat saling berjumpa. Dari Qatadah, ia berkata: aku bertanya pada Anas; “Apakah di antara sahabat-sahabat Rasulullah SAW biasa berjabat tangan?” Dia menjawab, “Ya”.[7]
-
Fungsi Berjabat Tangan
- Menghilangkan kedengkian
Sabda Nabi Muhammad SAW:
عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مُسْلِمٍ عَبْدِ اللَّهِ الْخُرَاسَانِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَافَحُوا يَذْهَبْ الْغِلُّ وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا وَتَذْهَبْ الشَّحْ
Artinya: Dari ‘Atha bin Abu Muslim Abdullah al-Khurasani berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Hendaklah kalian saling berjabat tangan, niscaya akan hilanglah kedengkian. Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya akan saling mencintai dan menghilanglah permusuhan”.[8]
- Dosa Diampuni
Sabda Nabi Muhammad SAW:
عَن أَبِي إِسْحَاقَ عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا
Artinya: Dari Abu Ishaq dari al-Baraa’ bin ‘Azib, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah dua orang muslim yang berjumpa dan saling berjabat tangan, kecuali dosa keduanya akan diampuni sebelum mereka berpisah”.[9]
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ فَتَصَافَحَا وَحَمِدَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَاسْتَغْفَرَاهُ غُفِرَ لَهُمَا
Artinya: Dari al-Bara bin Azib, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Jika dua orang bertemu kemudian saling berjabat tangan dan memuji Allah serta meminta ampun kepada-Nya, maka keduanya akan diberi ampunan”.[10]
- Penghormatan kepada Orang yang Dijumpai
Hadits Nabi SAW:
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مِنْ تَمَامِ التَّحِيَّةِ الْأَخْذُ بِالْيَدِ
Dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi SAW, Beliau bersabda: “Termasuk kesempurnaan penghormatan adalah berjabat tangan”.[11]
Hadits dari Abu Umamah, dari Nabi SAW bersabda; “Termasuk kesempurnaan menjenguk orang sakit adalah salah seorang dari kalian meletakkan tangannya di atas dahinya atau di atas tangannya lalu bertanya keadaannya, dan kesempurnaan penghormatan di antara kalian adalah berjabat tangan”.[12]
-
Cara Berjabat Tangan
-
Berjabat tangan dengan penuh kehangatan
-
Rasulullah senantiasa menunjukkan kehangatan dan perhatiannya kepada orang yang berjabat tangan dengannya. Beliau selalu tersenyum dan menatap wajahnya. Bahkan Beliau tidak pernah melepaskan tangannya terlebih dahulu saat berjabat tangan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَقْبَلَهُ الرَّجُلُ فَصَافَحَهُ لَا يَنْزِعُ يَدَهُ مِنْ يَدِهِ حَتَّى يَكُونَ الرَّجُلُ يَنْزِعُ وَلَا يَصْرِفُ وَجْهَهُ عَنْ وَجْهِهِ حَتَّى يَكُونَ الرَّجُلُ هُوَ الَّذِي يَصْرِفُهُ وَلَمْ يُرَ مُقَدِّمًا رُكْبَتَيْهِ بَيْنَ يَدَيْ جَلِيسٍ لَهُ
Dari Anas bin Malik berkata: “Apabila ada seseorang menemui Nabi SAW lalu berjabat tangan dengannya, Beliau tidak melepaskan jabatan tangannya sampai lelaki tadi yang melepaskannya terlebih dahulu, dan Beliau tidak memalingkan wajahnya dari wajah orang yang menemuinya sampai lelaki itu yang lebih dahulu memalingkan wajahnya, dan Beliau tidak pernah terlihat mengedepankan kedua lututnya di hadapan para sahabatnya”.[13]
-
Tidak berjabat tangan dengan lawan jenis
Laki-laki berjabat tangan dengan laki-laki, dan perempuan berjabat tangan dengan perempuan.
عَنْ عَا ئِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَايِعُ النِّسَاءَ بِالْكَلَامِ بِهَذِهِ الْآيَةِ
{ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا }
قَالَتْ وَمَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ إِلَّا امْرَأَةً يَمْلِكُهَا
Artinya: “Dari Aisyah r.a., ia berkata, Nabi SAW membaiat perempuan cukup dengan lisan (tidak berjabat tangan) dengan ayat ini; ‘untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun….’ sampai akhir (Q.S. al-Mumtahanah: 12) kata Aisyah; Tangan Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah menyentuh perempuan selain perempuan yang Beliau miliki (isterinya)”.[14]
عَنْ أَسْمَاءُ بِنْتُ يَزِيدَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ نِسَاءَ الْمُسْلِمِينَ لِلْبَيْعَةِ فَقَالَتْ لَهُ أَسْمَاءُ أَلَا تَحْسُرُ لَنَا عَنْ يَدِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَسْتُ أُصَافِحُ النِّسَاءَ وَلَكِنْ آخُذُ عَلَيْهِنَّ
Dari Asma’ binti Yazid bahwa Rasulullah SAW mengumpulkan para perempuan kaum Muslimin untuk berbaiat, maka Asma’ berkata kepada Beliau, “Tidakkah tuan mengulurkan tanganmu wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan perempuan, akan tetapi aku hanya sekedar mengambil sumpah dari mereka”.[15]
Hadits lain yang juga dari Asma’ binti Yazid, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku tidak pernah berjabat tangan dengan seorang perempuan (yang bukan mahram)”.[16] Oleh sebab itu, laki-laki boleh berjabat tangan dengan perempuan yang merupakan isteri atau mahram-nya.
-
Berjabat tangan dengan orang junub
Kita dibolehkan berjabat tangan dengan orang yang berhadats, termasuk hadats besar. Hal ini didasarkan pada hadits berikut:
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِيَهُ فَأَهْوَى إِلَيْهِ فَقَالَ إِنِّي جُنُبٌ فَقَالَ إِنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ
“Dari Hudzaidfah, bahwasanya Nabi SAW pernah bertemu dengannya, kemudian Beliau mengulurkan tangan kepadanya (untuk berjabat tangan). Namun Hudzaifah berkata, sesungguhnya saya sedang junub. Maka Beliau bersabda: sesungguhnya orang muslim itu tidak najis”.[17]
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bertemu dengannya, sedangkan ia dalam keadaan junub. Abu Hurairah berkata: “lalu aku bersembunyi dan mandi, baru kemudian aku datang lagi.” Beliau bertanya: “Kamu di mana?” atau Beliau mengatakan: “Kamu pergi ke mana?” Aku menjawab, “sesungguhnya aku dalam keadaan junub. Beliau bersabda: “Orang muslim itu tidak najis”.[18]
-
Bentuk Penghormatan dalam Perjumpaan
Tersenyum, mengucap salam, berjabat tangan, dan memandang wajah merupakan bentuk penghormatan yang dituntunkan Rasulullah SAW kepada orang-orang yang dijumpai. Beliau selalu tersenyum saat berjumpa dengan para sahabat-sahabatnya. Beliau berjabat tangan dengan sahabat-sahabat yang beliau jumpai dan tidak melepaskannya sampai orang tersebut melepaskannya. Beliau memandangi wajah yang berjabat tangan dengan pandangan yang menyejukkan, tidak memalingkan wajahnya sampai orang tersebut memalingkan wajahnya. Apa yang dilakukan Rasulullah tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada orang lain yang dijumpainya, dan pasti membuat mereka merasa tersanjung. Beliau tidak pernah menjabat tangan sahabat, sementara pandangannya diarahkan ke tempat lain.
Secara psikologis, kita akan merasa (dianggap) tidak berharga oleh seseorang yang menjabat tangan, sementara matanya menatap ke arah lain, apalagi sambil bicara dengan orang lain. Teladan yang berikan Rasulullah SAW dalam setiap perjumpaan, sudah cukup membuat orang-orang yang dijumpai merasa sangat terhormat. Untuk memberikan penghormatan, kita tidak perlu melakukannya dengan sikap-sikap yang berlebihan, seperti membungkukkan badan, berjongkok dan lain sejenisnya. Sabda Rasulullah SAW:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَنْحَنِي بَعْضُنَا لِبَعْضٍ قَالَ لَا قُلْنَا أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا قَالَ لَا وَلَكِنْ تَصَافَحُوا
Dari Anas bin Malik, dia berkata, Kami berkata, Wahai Rasulullah, apakah sebagian kami harus membungkuk kepada sebagian yang lain? Beliau menjawab: “Tidak!” Kami bertanya lagi, “Apakah sebagian kami boleh memeluk sebagian yang lain?” Beliau menjawab: “Tidak, akan tetapi saling berjabat tanganlah kalian”.[19]
Berdasarkan beberapa uraian di atas, marilah kita teladani contoh-contoh yang telah diberikan Rasulullah. Marilah kita jadikan setiap pertemuan dengan orang lain sebagai peristiwa yang menyenangkan. Dalam setiap pertemuan, mari kita biasakan selalu tersenyum, berjabat tangan, bertegur sapa dengan kata-kata yang baik, saling memotivasi, dan memberikan penghormatan terbaik. Insya Allah, dunia akan terasa luas dan kita akan menjadi bahagia!
Narasumber artikel ini:
dr. H. Agus Sukaca, M,Kes
catatan akhir:
[1] Kitab Bukhari HN 620. Hadits serupa juga terdapat dalam Kitab Muslim HN 1712, Kitab Nasa’i HN 5285, Kitab Ahmad HN 9288, Kitab Malik HN 1501 [2] Kitab Bukhari, HN 2809 [3] Kitab Tirmudzi, HN 3574 [4] Kitab Abu Daud, HN 2562 [5] Kitab Abu Daud HN 3537 [6] Kitab Abu Daud HN 3538 [7] Kitab Bukhari HN 5792 dan Kitab Tirmidzi HN 2653 [8] Kitab Malik HN 1413 [9] Kitab Ahmad HN 17950; Kitab Abu Daud HN 4536 [10] Kitab Abu Daud HN 4535 [11] Kitab Tirmidzi HN 2654 [12] Kitab Ahmad HN 21207 [13] Kitab Tirmidzi HN 2414 [14] Kitab Bukhari HN 6674 [15] Kitab Ahmad HN 26291 [16] Kitab Ahmad HN 26312 [17] Kitab Abu Daud HN 199 [18] Kitab Tirmidzi HN 112 [19] Kitab Ibnu Majah HN 3692