Tidaklah diragukan bahwa gurauan itu bisa membuat rasa senang, gembira dan bahagia untuk mengusir kebosanan dan rasa capek. Orang boleh membuat senang dalam bertemu orang dengan sedikit gurauan ringan asalkan tidak banyak atau tidak memperbanyak tertawa atau gurauan.
1. Jangan Bergurau dalam Soal Agama
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66) – التوبة/65، 6
65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. 66. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (Qs. at-Taubah: 65-66)
Syaikh Ibn Taimiyyah di dalam Majmuu’ al-Fataawaa (مجموع الفتاوى/35 – (ج 7 / ص 220)) menyatakan bahwa Allah ta’ala mengabarkan bahwa mereka yang berolok-olok tentang Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya itu kafir setelah mereka beriman bersama perkataan mereka “sesungguhnya kami mengucapkan kekafiran itu tanpa disertai dengan keyakinan. Tetapi kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”
Sementara, berolok-olok dengan ayat-ayat Allah itu kufur. Hal seperti ini tidak akan terjadi bagi orang yang dadanya sudah dilapangkan untuk beriman. Andai saja iman itu ada di hatinya maka iman itu cukup untuk mencegahnya berolok-olok (bergurau, bermain-main, atau membuat lelucon) seperti itu. Karena berolok-olok itu diibaratkan dengan melapangkan dadanya untuk kekafiran.
Firman Allah:
مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَـكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْراً فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ [النحل : 106]
Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (Qs. an-Nahl: 106)
Hal yang sama bagi yang berolok-olok, bercanda, bergurau, membikin lelucon beberapa hadis atau sunnah Nabi Muhammad. Perbuatan ini sudah banyak menyebar secara luas seperti soal jenggot, soal hijab atau memendekkan celana sampai tengah betis (celana congklang).
Sementara itu, Syaikh Ibn ‘Utsaimiin di dalam al-Majmuu’ al-Tsamiin, 1/63 sebagaimana dikutip oleh ‘Abd al-Malik al-Qaasim mengatakan bahwa hal-hal yang menyangkut persoalan Allah ta’ala, kenabian, wahyu dan agama adalah persoalan yang suci yang harus dihormati. Siapa saja tidak boleh menunjukkan rasa tidak hormat kepada hal-hal itu, apakah dengan berolok-olok atau bergurau (ungkapan yang ada rasa merendahkan) untuk membuat orang lain tertawa atau melucu atau membuat lelucon mengenai hal-hal itu.
Siapa yang berbuat seperti itu, maka dia kafir, karena hal ini menunjukkan rasa tidak hormat kepada Allah dan Rasul-Nya, Kitab-kitabNya dan juga hukum-hukumNya. Siapa saja yang pernah berbuat seperti itu maka dia harus bertaubat kepada Allah atas apa yang diperbuatnya karena hal itu adalah salah satu macam unsur kemunafikan. Oleh karena itu, dia harus bertaubat kepada Allah, memohon ampunan-Nya, memperbaiki perilakunya (amalannya), menembah ketaatannya kepada Allah, mengagungkanNya dan mencintaiNya di dalam hati. Karena Allah adalah sumber kekuatan.
2. Gurauan itu Harus Benar
Hendaknya kita mencamkan betul peringatan untuk berhati-hati dari Rasulullah supaya tidak terjatuh ke dalam neraka:
حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ يَزِيدَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ
Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Hamzah,…, dari Abu Hurairah dia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa diteliti yang karenanya ia terlempar ke neraka sejauh antara jarak ke timur.” [HR Bukhari]
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنِيرٍ سَمِعَ أَبَا النَّضْرِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ يَعْني ابْنَ دِينَارٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Munir, …, dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Sungguh seorang hamba akan mengucapkan sebuah kalimat yang diridlai Allah, suatu kalimat yang ia tidak mempedulikannya, namun dengannya Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sungguh, seorang hamba akan mengucapkan sebuah kalimat yang dibenci oleh Allah, suatu kalimat yang ia tidak meperdulikannya, namun dengannya Allah melemparkannya ke dalam neraka.” [HR Bukhari]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لَا يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِي بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِي النَّارِ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, …,dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Bisa jadi seseorang mengatakan satu patah kata yang menurutnya tidak apa-apa tapi dengan kalimat itu ia jatuh ke neraka selama tujuhpuluh tahun.” Berkata Abu Isa: hadits ini hasan gharib melalui sanad ini. [HR Tirmidzi. Menurut kajian Al-Albani, hadits ini berkualitas sahih.]
3. Tidak Boleh Membuat Orang Kaget
Ini terutama mengagetkan orang yang sangat kuat dan mudah bereaksi atau dalam keadaan berperang dan lagi pegang senjata atau sebilah besi, atau mereka yang memanfaatkan kegelapan atau orang yang punya kelemahan sehingga akan menjadi sangat kaget dan sangat ketakutan dan jantungnya berdebar-debar karena berdetak dengan cepat.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْأَنْبَارِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ كَانُوا يَسِيرُونَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَانْطَلَقَ بَعْضُهُمْ إِلَى حَبْلٍ مَعَهُ فَأَخَذَهُ فَفَزِعَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Anbari , …,dari ‘Abdurrahman bin Abu Laila ia berkata, “Para sahabat Muhammad SAW menceritakan kepadaku bahwa saat mereka sedang berjalan bersama Nabi SAW, salah seorang dari mereka tertidur. Lalu ada sebagian sahabat mengambil dan menarik tali yang ada bersamanya hingga orang yang tertidur itu kaget. Maka Rasulullah bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim membuat kaget sesama saudaranya yang muslim.” [HR Abu Dawud. Hadits ini dikaji oleh Al-Albani, dan digolongkan berkualitas shahih.]
4. Dilarang Memperolok, Mengerdipkan Mata untuk Menghina dan Mencari Kesalahan atau Merendahkan
Allah ta’ala melarang orang yang suka membikin lelucon pelecehan atau yang bersifat merendahkan orang lain atau bahkan penghinaan. Allah juga melarang orang suka berusaha mencari orang yang bisa dijadikan sasaran gurauan atau lelucon atau dimain-mainkan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11) – الحجرات/11
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.(Qs. al-Hujurat: 11)
Ibnu Katsir di dalam tafsirnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah menghina, merendahkan dan mengolok-oloknya.
Beberapa orang suka membikin lelucon mengenai wujud fisik seseorang (apakah itu matanya yang terlalu sering berkedip atau juling atau hidungnya atau sering bergeraknya hidung dia) dan cara dia berjalan serta kakinya (yang cacat ketika berjalan). Nabi Muhammad SAW mengingatkan orang supaya takut bahwa Allah ta’ala akan membalaskan orang yang suka menghina atau membikin lelucon atas cacat seseorang.
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ إِسْمَعِيلَ بْنِ مُجَالِدٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ ح قَالَ و أَخْبَرَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ بْنُ الْقَاسِمِ الْحَذَّاءُ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ بُرْدِ بْنِ سِنَانٍ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُظْهِرْ الشَّمَاتَةَ لِأَخِيكَ فَيَرْحَمَهُ اللَّهُ وَيَبْتَلِيكَ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Telah menceritakan kepada kami Umar bin Isma’il bin Mujalid Al Hamdani, …, dari Mukhul dari Watsilah bin Al Asqa’ berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu merasa senang atas bencana yang menimpa saudaramu, karena siapa tahu Allah kemudian hari memberinya rahmat dan sebaliknya mengujimu.” [HR Tirmidzi. Dia (Tirmidzi) menilai hadits ini hasan gharib. Meskipun begitu menurut pemeriksaan Al-Albani, hadits ini termasuk dha’if.]
Hadis ini memberi peringatan supaya kita semua tidak suka mengolok ketika seseorang ditimpa bencana atau cacat fisik atau cara berbicara yang ada cacatnya secara fisik. Siapa tahu orang tersebut di kemudian hari menjadi sembuh dan normal lagi sementara orang mengoloknya ganti mempunya cacat fisik karena terkena bencana.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا دَاوُدُ يَعْنِي ابْنَ قَيْسٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أُسَامَةَ وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ نَحْوَ حَدِيثِ دَاوُدَ وَزَادَ وَنَقَصَ وَمِمَّا زَادَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab; …, dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah SAW bersabda: ‘Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya.” Telah menceritakan kepadaku Abu At-Thahir Ahmad bin Amru bin Sarh, Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Usamah yaitu Ibnu Zaid Bahwa dia mendengar Abu Sa’id -budak- dari Abdullah bin Amir bin Kuraiz berkata; aku mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah SAW bersabda: -kemudian perawi menyebutkan Hadits yang serupa dengan Hadits Daud, dengan sedikit penambahan dan pengurangan. Diantara tambahannya adalah; “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian. (seraya mengisyaratkan telunjuknya ke dada beliau). [HR Muslim].
5. Jangan Memperbanyak Gurauan
Beberapa orang bergurau terlalu banyak dan hal itu menjadi kebiasaan. Keadaan ini bertolak belakang dengan keseriusan yang menjadi watak dan sifat orang-orang mu’min. Bergurau adalah selingan, suatu istirahat dari keseriusan dan kerja keras yang sedang berjalan. Hal itu adalah relaksasi (pengendoran saraf) bagi jiwa. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata:
اتقوا المزاح فإنها حمقة تولد ضغينة
وقال: إن المزاح سباب إلا أن صاحبه يضحك
Hati-hatilah bercanda (bergurau) karena canda itu sesuatu hal yang remeh dan kurang masuk akal dan bisa menimbulkan rasa tidak suka.
Dia juga berkata: Sesungguhnya canda itu (banyak berupa) celaan atau pelecehan kecuali yang terkena itu tertawa.
Sedangkan kita mengetahui bahwa mencela itu perbuatan fasik (melanggar aturan agama). Hadis-hadis semisal ini adalah sahih, lumayan banyak dan juga populer (masyhur).
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ زُبَيْدٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا وَائِلٍ عَنْ الْمُرْجِئَةِ فَقَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ar’arah,…, dari Zubaid berkata: Aku bertanya kepada Abu Wa’il tentang Murji`ah, maka dia menjawab: Telah menceritakan kepadaku Abdullah bahwa Nabi SAW bersabda: “mencerca orang muslim adalah fasiq dan memeranginya adalah kufur”. [HR Bukhari]
Imam An-Nawawi, yang mashur dengan Kitab Arba’ain-nya yang mengumpulkan 42 hadits penting untuk keperluan hidup sehari-hari itu, menyatakan: “Bentuk gurauan yang dilarang adalah yang berlebihan dan menjadi kebiasaan (terus dilakukan), karena hal itu membawa kepada banyak tertawa dan mengeraskan hati dan menyebabkan orang lalai dari berdzikir mengingat Allah”.
Gurauan sering menyebabkan perasaan orang terluka, menghasilkan kebencian dan menjadikan orang kehilangan rasa hormat dan martabat. Meskipun demikian, siapa yang bisa menghindar dari bahaya semacam itu yakni sebatas seperti apa yang Rasulullah perbuat maka gurauan itu diperbolehkan. Gurauan Rasulullah itu jarang dilakukan dan itupun untuk kemaslahatan dan kebaikan jiwa orang yang diajak berbicara serta untuk mengakrabkan. Bergurau yang semacam ini adalah sunnah yang mustahabbah (disukai). Lihat Tuhfatul Ahwadzi karya Al-Mubarakfuri (تحفة الأحوذي المباركفوري م /10 – (ج 6 / ص 106))
6. Dalam Bergurau Perlu Mengenal Kedudukan Orang
Beberapa orang bergurau dengan orang lain tanpa memilah siapa yang diajak bergurau. Orang alim mempunyai hak tersendiri, orang besar harus ditempatkan sesuai dengan kedudukannya dan seorang Syaikh juga memiliki martabat khusus. Oleh karena itu, wajib bagi seseorang untuk mengetahui dengan siapa dia berhadapan dan bagaimana memperlakukannya. Kita tidak boleh sembarangan bergurau dengan orang bodoh dan dengan orang yang tidak kita kenal.
Dalam hal ini ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz diriwayatkan mengatakan: Awas dan berhati-hatilah dalam bergurau, karena hal itu bisa menghilangkan kehormatan diri. Sementara itu Sa’ad bin Abi Waqqas mengatakan: Batasilah dalam kamu bergurau. Berlebihan dalam bergurau membuat kamu kehilangan rasa hormat dan orang-orang bodoh bisa menyakiti hatimu.
7. Misal Gurauan itu Ukurannya adalah Garam bagi Makanan
حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ خَلَفٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُنَيْنٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Telah menceritakan kepada kami Bakar bin Khalaf, …, dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” HR Ibnu Majah 4183
وقال عمر بن الخطاب رضي الله عنه : ( من كثر ضحكه قلت هيبته ، ومن مزح استُخف به ، ومن أكثر من شيء عُرف به ) . – فيض القدر لزيد المناوي 17/ 165
Umar bin Al-Khattab RA (radhiya Allahu ‘anhu) mengatakan: “Barangsiapa yang terlalu banyak tertawa atau terlalu banyak bergurau akan kehilangan rasa hormat, dan siapa yang biasa berbuat sesuatu akan dikenal sebagai orang yang seperti itu.”
Umar bin al-Khattab RA menyatakan: Siapa yang banyak tertawanya akan berkuranglah kehilangan rasa hormat. Siapa yang suka bergurau dia akan dinilai rendah karenanya. Barangsiapa yang biasa berbuat sesuatu akan dikenal sebagai orang yang seperti itu.”. Lihat (فيض القدر لزيد المناوي 17/ 165)
Oleh karena itu, jauhilah bergurau, karena bergurau itu bisa menyebabkan anak kecil dan orang-orang kotor dan rendah menjadi berani kurang ajar kepadamu dan menyebabkan seseorang kehilangan muka (hilang kehormatan). Sebelumnya dia dianggap sebagai orang terhormat, dan gurauan menjadikan dia terhina setelah sebelumnya dihormati.
8. Didalam Bergurau Tidak Boleh Ada Ghibah
Ghibah adalah membicarakan seseorang mengenai sesuatu yang tidak ia sukai. Ghibah adalah penyakit yang menjijikkan. Beberapa orang mengira bahwa mereka boleh membicarakan kekurangan orang lain dan mengatakannya dengan cara bergurau, tetapi cara begini ini termasuk dari Hadits yang berikut:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Hujr, …, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya: “Tahukah kamu, apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab; ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ‘Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.’ Seseorang bertanya; ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? ‘Rasulullah SAW berkata: ‘Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.’ (HR Muslim; 4690)
9. Memilih Waktu yang Tepat untuk Bergurau
Waktu bergurau yang tepat adalah seperti dalam perjalanan darat yang panjang atau dalam sebuah pesta atau perayaan di sore hari atau ketika bertemu kawan bergembira ria bersamanya dengan cerita atau anekdot ringan dan lembut, atau cerita aneh, atau bergurau ringan untuk menimbulkan rasa senang di hatinya dan kegembiraan di dalam jiwanya. Atau mengajak berhumor ria atau atau bergurau ketika terjadi persoalan yang sulit dan genting dalam keluarga dan pasangannya (apakah suami atau istrinya) lagi marah maka gurauan yang ringan bisa menghilangkan kesedihan dan mengembalikan keceriaannya.
وقيل لسفيان بن عيينة : المزاح هجنة ؟ قال : بل سنةٌ ، ولكن الشأن فيمن يحسنه ويضعه مواضعه. – شرح السنة ـ للإمام البغوى متنا وشرحا 13/ 184
Seseorang berkata kepada Sufyan bin ’Uyainah: ‘Bergurau itu dipandang rendah atau dianggap munkar (tidak ma’ruf).’Dia menjawab: ‘Bukan begitu, bergurau itu sunnah, tapi keadaannya hanya bagi orang yang dengan gurauan itu menjadi bagus dan meletakkan gurauan itu pada tempatnya (sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat yang tepat).
Sekarang ini, meskipun masyarakat membutuhkan tambahan rasa cinta dan sayang antar anggotanya dan butuh menghilangkan kecapaian dan kebosanan di dalam hidupnya, namun kondisinya sudah terlalu jauh tenggelam dalam hiburan, tertawa dan bergurau. Keadaan seperti ini sudah menjadi kebiasaan yang mengisi tempat-tempat atau majelis-majelis pertemuan dan juga waktu-waktu sore mereka. Mereka membuang-buang waktu mereka dan lembaran-lembaran koran mereka penuh dengan lelucon dan hal-hal yang remeh tidak berharga.
Padahal dalam soal ini Rasulullah SAW telah memberikan peringatan sebagaimana tertulis di dalam hadits:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair,…, dari Ibnu Syihab dari Sa’id bin Musayyab, bahwasnya Abu Hurairah RA menuturkan, Rasulullah SAW bersabda: “Kalaulah kalian tahu yang kutahu, niscaya kalian sedikit tertawa dan banyak menangis.” HR Bukhari 6004.
Ibnu Hajar al-‘Asqalani di dalam Syarahnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “ilmu” di sini adalah hal-hal yang berkaitan dengan keagungan Allah dan pembalasan-Nya bagi orang yang tidak taat dan hal-hal yang mengerikan yang terjadi ketika nyawa dicabut, kematian, di dalam kubur, dan Hari Kiamat dan hubungannya dengan banyak menangis dan sedikit tertawa. (فتح الباري ابن حجر – ج 11 / ص 319 ).
Oleh karena itu, orang Islam baik laki-laki maupun wanita harus punya kecenderungan untuk memilih teman-teman yang salih dan serius di kehidupan mereka. Teman-teman itu akan membantunya untuk menggunakan waktunya dengan baik dan berjuang untuk Allah ta’ala dengan serius dan terus menerus. Keteladanan mereka bisa dijadikan contoh dalam kehidupannya.
Bilal bin Sa’d berkata mengenai para sahabat Nabi SAW: “Engkau mendapati mereka itu bersungguh-sungguh dalam mencapai tujuan, mereka tertawa satu sama lain, dan ketika malam tiba mereka seperti rahib (pendeta). Lihat di dalam (حلية الأولياء أبو نعيم الأصبهاني م دار الكتاب العربي/10 – ج 5 / ص 224).
Ibnu Umar RA ditanya: “Apakah para shahabat Nabi SAW tertawa?” Dia menjwab: “Ya, dan iman di hati mereka seperti gunung.”
Oleh karena itu kita wajib meniru mereka. Mereka itu ksatria di waktu siang hari dan pendeta di malam hari.
Narasumber artikel:
M. Yusron Asrofie