banner 728x90

Istiqamah; Unsur-unsur Pembentuk

 

Istiqamah harus dibangun dengan usaha yang serius. Sebagai sebuah akhlak yang baik istiqamah tidak muncul begitu saja. Ia muncul karena dimilikinya beberapa sifat baik lainnya. Salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk membangun sifat istiqamah adalah memahami unsur-unsur yang membentuk istiqamah itu sendiri.  Setidak-tidaknya ada empat unsur pembentuk sikap istiqamah: kesucian diri, keberanian, keteguhan hati, dan sabar.

 

Kesucian Diri

Kesucian diri adalah situasi dimana seorang beriman bersih dari berbagai dosa yang melekat pada dirinya. Tentu saja sebagai manusia yang bukan malaikat seorang mukmin tidak bisa sepenuhnya  terbebas dari kesalahan yang berbuah dosa. Suatu dosa yang selalu diusahakan untuk dibersihkan merupakan hal yang membedakan seorang mukmin yang suci dengan yang tidak suci. Mukmin yang suci, ketika melakukan suatu keburukan atau dosa dia segera menyadari telah melakukan kesalahan, mohon ampun kepada Allah SWT, dan menutup dosa itu dengan amalan-amalan kebaikan. Seorang mukmin menjadi kotor karena ketika tergelincir pada suatu perbuatan dosa tidak segera membersihkan diri. Bahkan dosa-dosa yang belum dibersihkan sering ditambah dengan dosa-dosa baru. Sehingga berbagai ruang yang ada pada dirinya menjadi lebih banyak terisi oleh hala-hal kotor dari pada hal-hal bersih.

Sekilas, kesucian diri ini nampak tidak terkait dengan ketiga unsur pembentuk istiqamah lainnya. Sesungguhnya kesucian diri merupakan prasyarat untuk berkembangnya ketiga unsur istiqamah lainnya. Kesucian diri sangat berkaitan dengan keberanian, misalnya. Kesucian diri akan membuat seorang berani dan tidak ragu-ragu untuk mempertahankan suatu pendirian. Sebaliknya diri yang kotor  bisa membuat seseorang tidak bisa sepenuh hati mempertahankan suatu pendirian. Ini terjadi  terutama ketika muncul hambatan-hambatan yang sangat berat dalam rangka mempertahankan suatu pendirian.

Orang harus selalu berusaha membersihkan dan menjaga diri karena sejak awal penciptaan seorang manusia ke dalam  jiwanya sudah diilhamkan jalan kefasikan sebagai mana juga diilhamkan jalan ketakwaan. Firman Allah SWT dalam Q.S. AsySyams, 91: 7-10.

وَنَفۡسٍ۬ وَمَا سَوَّٮٰهَا -٧- فَأَلۡهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقۡوَٮٰهَا -٨- قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّٮٰهَا -٩- وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّٮٰهَا -١٠

…dan jiwa serta penyempuranannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya itu dan sesunguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Dengan demikian dalam diri manusia selalu terjadi pergulatan antara keinginan untuk berbuat baik dan keinginan untuk berbuat tidak baik. Pada berbagai kesempatan seorang manusia mungkin selalu berbuat kebaikan. Tetapi pada kesempatan yang lain manusia bisa tergelincir pada ketidakbaikan yang menyebabkan jiwanya menjadi kotor. Maka sungguh beruntung orang yang selalu mensucikan jiwanya. Sebaliknya sungguh celaka orang yang mengotori jiwanya.

Orang juga harus selalu berusaha membersihkan diri karena  ada setan yang selalu berusaha menggelincirkan manusia dari jalan kebenaran. Setan memang musuh manusia yang nyata. Dalam hal ini setan telah mengukir sejarah yang panjang. Bahkan sejak Nabi Adam AS sebagai manusia pertama  setan telah memulai pekerjaannya menggelincirkan manusia dari jalan kebenaran. Oleh karena itu tepat sekali firman Allah SWT yang melarang manusia untuk mengikuti jalan-jalan setan karena setan itu adalah musuh manusia yang nyata. “Walaa tattabi’uu khuthuwaatis syaithaan, innahu lakum ‘aduuwum mubiin (Janganlah kamu sekalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia adalah musuh kalian yang nyata).” (Q.s.  al-Baqarah: 168)

Ada banyak cara membersihkan diri. Salah satu dari cara itu adalah berdzikir atau mengingat nama-nama Allah SWT. Dengan selalu berdzikir maka jiwa seorang mukmin akan dipenuhi oleh asma-asma Allah SWT. Semakin banyak seorang mukmin berzikir semakin penuh ruang jiwanya dengan asma-asma Allah. Itu berarti semakin kecil peluang bagi setan untuk masuk ke dalam jiwa yang bersangkutan. Begitu juga sebaliknya. Semakin jarang seorang mukmin berzikir semakin banyak ruang dalam jiwanya yang bisa dimasuki oleh setan.

Salah satu bentuk zikir yang paling baik adalah shalat. Dengan shalat  jiwa dan raga seorang mukmin sepenuhnya dihadapkan kepada Allah SWT.  Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

قَدۡ أَفۡلَحَ مَن تَزَكَّىٰ -١٤- وَذَكَرَ ٱسۡمَ رَبِّهِۦ فَصَلَّىٰ – ١٥

(Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri, dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat).” (Q.S. Al-A’la, 87: 14-15).

 

Keberanian

Keberanian adalah kesanggupan untuk menghadapi penderitaan dan berbagai bahaya dengan segala ketenangan. Sebagai manusia yang tidak hidup di ruang kosong, manusia pasti akan berhadapan dengan berbagai tantangan, baik berupa hal yang menyenangkan maupun hal yang tidak menyenangkan. Hal yang tidak menyenangkan bisa memunculkan penderitaan dan bahkan bahaya. Orang yang berani tidak mudah putus asa dan kehilangan akal ketika mengalami penderitaan atau bahaya. Dia akan menghadapi itu semua dengan kesungguhan dan ketetapan hati  serta berusaha melepaskan diri dari kesulitan dengan tekad yang bulat.

Keberanian merupakan faktor penting dalam mewujudkan maksud dan cita-cita. Merupakan hal  yang lumrah bila seorang manusia memiliki berbagai maksud dan cita-cita dalam hidup dan kehidupannya. Juga merupakan hal yang lumrah bila tidak semua maksud dan cita-cita manusia itu bisa tercapai. Berbagai hambatan membuat pencapaian suatu maksud dan cita-cita menjadi tidak mudah. Salah satu dari hambatan itu adalah sikap takut gagal dalam merealisasikan maksud dan cita-cita itu. Seorang pemberani akan menghadapi berbagai rintangan kehidupan dengan kesungguhan dan ketetapan hati. Sedangkan seorang penakut akan cenderung menghindar dari berbagai rintangan. Karena itu seorang penakut akan sering gagal meraih apa yang dicita-citakan dalam kehidupannya.

Keberanian dalam Islam tentu saja bermakna keteguhan hati dalam membela dan mempertahankan kebenaran. Dalam realitas kehidupan di samping ada manusia yang berjuang menegakkan kebenaran ada banyak manusia yang mendapatkan berbagai keuntungan dengan menegakkan kebatilan. Untuk itu mereka bisa melakukan apa saja dalam rangka mencapai maksud dan cita-cita mereka. Dalam situasi seperti ini  maka ahli kebenaran harus berjuang lebih keras. Maka keberanian sangat diperlukan. Dalam hal ini berlaku perintah Nabi Muhammad SWA  “Qulil haqqa walau kaana murran (katakanlah kebenaran itu walaupun terasa pahit). 

Tetapi keberanian tidak sekedar ditujukan kepada orang lain. Ada banyak tukang kritik. Tetapi pada umumnya kritik mereka hanya tajam ketika melihat kelemahan orang lain dan tumpul ketika melihat kelemahan diri sendiri. Seorang yang berani adalah juga seorang yang jujur mengakui kesalahan-kesalahan dan kelemahan diri sendiri. Ini bukan merupakan hal yang mudah karena manusia pada umumnya cenderung menutupi berbagai kelemahan yang dimiliki dan mudah tergoda untuk menyorot berbagai kelemahan orang lain. Dalam hal ini berlaku pepatah “gajah di seberang lautan nampak, semut di pelupuk mata tidak nampak.”

Oleh karena itu keberanian berkaitan dengan kesucian jiwa. Seorang yang bersih tidak terbebani oleh perasaan bersalah. Dia tidak harus menutup-nutupi kesalahan-kesalahan yang memang tidak banyak dia kerjakan.Setiap ada kotoran yang menempel pada dirinya selalu diikuti dengan usaha bersih diri. Dengan begitu perasaannya akan terasa lebih ringan. Sebaliknya orang yang tidak bersih karena  masih ada banyak kotoran yang melakat pada dirinya memiliki beban tambahan. Dia harus menutupi kotoran diri itu terlebih dahulu. Kemanapun pergi dia akan dibayang-bayangi oleh kesalahan yang pernah dia dilakukan. Semakin besar kesalahan yang dikerjakan semakin besar pula beban pikiran atau perasaan yang harus ditanggung.

Orang yang bersih juga berani menghadapi kritik dari orang lain. Orang yang bersih tidak memberi banyak peluang bagi orang lain untuk mengorek kesalahannya. Kalaupun masih ada orang lain yang menyalahkan maka seorang yang bersih tidak akan gentar karena merasa di jalur yang benar. Sebaliknya orang yang banyak salah akan cenderung menjadi tertutup  terhadap kritik. Ketika kesalahan itu menumpuk karena tidak segera diiringi dengan usaha membersihkan diri maka orang yang demikian akan berusaha bersembunyi guna menghindar berbagai dari kritik. Pada giliran selanjut orang yang demikian akan menjadi seorang penakut.

Keberanian sering dikaitkan dengan jihad. Jihad adalah mencurahkan segala kemampuan (bazlul wus’i) atau perjuangan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan kebanaran dan membela agama Allah. Menariknya banyak orang memaknai jihad seakan identik dengan mengorbankan jiwa. Padahal termasuk dalam pengertian jihad adalah jihad dengan harta. Dalam banyak ayat Allah SWT berfirman, wajaadhiduu bi amwaalikum wa anfisikum fii sabilillaah.

Dalam ayat ini jelas sekali Allah meletakkan jihad dengan amwaal (harta) lebih dahulu dari pada dengan jiwa. Dalam hal ini KHA Dahlan, pendiri Muhammadiyah, satu abad yang lalu pernah mengatakan:

Janganlah kamu berteriak2 sanggup membela agama meskipun harus menjumbangkan djiwamu sekalipun. Djiwamu tidak usah kamu tawarkan, kalau Allah menghendakinja, entah dengan djalan sakit atau tidak, tentu akan mati sendiri. Tapi beranikah kamu menawarkan harta mu untuk kepentingan agama? Itulah yang lebih diperlukan pada waktu sekarang ini.” (Yusron Asrofi, 1983: 48)

Salah satu bentuk keberanian tentu saja keberanian mengorbankan nyawa untuk kepentingan menegakkan kebenaran dan membela agama Allah. Meskipun demikian Islam juga menganjurkan ummatnya untuk lebih menghargai hidup. Tetapi tentu saja hidup dalam kemuliaan. Sehingga Islam tidak membenarkan orang yang berputus asa dan membunuh diri sendiri, apapun alasannya.

Satu hari terjadi pertempuran yang hebat antara pasukan Islam dengan pasukan musyrik. Masing-masing pihak berjuang dengan segala daya upaya. Pada suatu kesempatan istirahat Nabi Muhammad SAW berkumpul dengan para sahabat. Dalam perbincangan saat istirahat itu muncullah sebuah nama yaitu Quzman. Keberanian Quzman bertempur dengan hebat  melawan musuh menjadi pokok pembicaraan. Sehingga ada seorang sahabat yang berkata, “tidak seorangpun jua di antara kita yang berharga jasanya lebih dari pada Quzman.” Mendengar perkataan itu Nabi SAW bersabda, “sayangnya tidak. Sebenarnya dia termasuk golongan ahli neraka.”

Perkataan Rasulullah itu sangat menarik perhatian para sahabat. Mereka berpikir bagaimana mungkin seorang yang berjuang dengan gagah berani malah masuk neraka. Maka mereka sepakat mengamati perkembangan pertempuran yang semakin menarik itu. Untuk itu Aktsam al-Khuzai menawarkan diri bertempur bersama-sama dengan Quzman. Merekapun maju ke medan pertempuran dengan penuh semangat. Pada suatu kesempatan tubuh Quzman terluka oleh senjata lawan sehingga dia mengeluarkan banyak darah. Mendapatkan kenyataan tubuh yang luka parah dalam melanjutkan pertempuran ternyata Quzman tidak sabar. Dia lalu menyelesaikan masalahnya itu dengan nekad. Dia meletakkan tangkai pedangnya di atas tanah dan mata pedangnya dia hadapkan ke dadanya. Dia bunuh diri. Beberanian menghadapi hidup dengan kesulitan dan tantangan-tantangannya ternyata lebih dihargai Rasulullah daripada sekedar keberanian bertempur.

 

Keteguhan Hati

Seorang yang berani juga harus teguh hati. Hati yang teguh adalah hati yang tidak mudah menyerah. Banyak orang bisa tegar menghadapi satu dua cobaan atau kesulitan. Tetapi tidak banyak orang yang tetap tegar ketika cobaan datang bertubi-tubi. Disinilah perbedaan antara orang yang teguh hati dengan orang yang gampang berputus asa. Orang yang tidak teguh hati mudah tumbang menghadapi hantaman yang melanda meski hantaman itu tidak terlalu besar. Orang yang teguh hati tetap tegak berdiri betapapun banyak cobaan menghantam. Bahkan semakin banyak cobaan yang menghantam maka orang yang teguh hati akan menjadi semakin kuat.

Sejarah mencatat bahwa Rasululllah SAW dan para sahabat telah mengalami berbagai cobaan. Begitu hebatnya cobaan itu sampai membuat hati mereka terguncang. Pada titik ini mereka sampai bertanya-tanya kapan datangnya pertolongan Allah.  Tetapi karena mereka tetap teguh hati maka mereka akhirnya berhasil melampaui berbagai cobaan itu. Firman Allah SWT:

أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُم‌ۖ مَّسَّتۡہُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُ ۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِ‌ۗ أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ۬ -٢١٤

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” ( Q.S. Al-Baqarah, 2: 214).

  

Sabar

Unsur pembentuk istiqamah lainnya adalah sabar. Sabar atau tabah adalah keteguhan hati dalam lingkup yang lebih luas. Ia bisa bermakna pasif dan juga bisa bermakna aktif. Sabar bermakna pasif dalam arti bertahan terhadap berbagai tantangan. Sabar bermakna aktif dalam arti usaha terus menerus untuk maju dan beramal. Termasuk dalam pengertian ini adalah tidak putus asa dalam berjuang atau selalu mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapi.

Sabar mempunyai makna yang penting sekali dalam kehidupan. Ia menjadi sarana untuk tetap bertahan dalam jalan kebenaran. Sabar bahkan menjadi syarat untuk keberhasilan amal dan seluruh hidup seseorang. Allah SWT juga menguji seseorang dengan berbagai cobaan untuk mengetahui tingkat kesabarannya. Firman Allah SWT:

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَىۡءٍ۬ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٍ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٲلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٲتِ‌ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” Q.S. Al-Baqarah, 2: 155).

Sabar, bersama shalat, juga menjadi sarana untuk meminta pertolongan kepada Allah.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِ‌ۚ

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat.” (Q.S. Al-Baqrah, 2: 153).

Istiqamah sebagai sebuah sifat mulia tidak lahir begitu saja. Dia harus dibangun dari unsur-unsur pembentuknya. Untuk bisa memiliki dan menjadikan istiqamah sebagai akhlak diri maka seorang mukmin perlu menjaga kesucian diri, berani menghadapi berbagai kesulitan, punya keteguhan hati, dan memiliki kesabaran. Kalau keempat hal itu sudah dimiliki orang seorang muslim maka pada hakikatnya dia sudah menggenggam inti dari ajaran Islam.

 

narasumber utama artikel ini:

Mahli Zainuddin Tago

banner 468x60