Agar lebih mudah memahami nama-nama Allah, Sayid sabiq, seorang guru besar di Universitas Al-Azhar Kairo, di dalam kitabnya “Al-Aqaidul Islamiyah” halaman 48-50 telah mengklasifikasi nama-nama Allah yang Baik (al-Asma’ul Husna) yang tercantum di dalam al- Qur’an ke dalam 8 kelompok.
- Nama-nama yang berhubungan dengan Dzat Allah swt, seperti: al-Wahid (Maha Esa), al-Haq (Maha Benar), ash-Shamad (Maha Dibutuhkan). al-Awwal (maha Pertama), al-Akhir (Maha Penghabisan), al-Quddus (Maha Suci), dan lain-lain.
- Nama-nama yang berhubungan dengan penciptaan Allah SWT, seperti: al-Khaliq (Maha Pencipta), al-Mushawwur (Maha Pembentuk), al-Bari’ (Maha Pembuat), dan al-Badi’ (Maha Pencipta yang baru)
- Nama-nama yang berhubungan dengan sifat kecintaan dan kerahmatan Allah swt, seperti: ar-Rahman (Maha Pengasih), ar-Rahim (Maha Penyayang), al-Mu’min (Maha Pemberi keamanan), al-Wadudu (Maha Pencinta), al-Barru (Maha Dermawan), al-Wahhab (Maha Pemberi), ar-Razzaq (Maha Pemberi rizqi), dan lain-lain.
- Nama-nama yang berhubungan dengan keagungan dan kemuliaan Allah swt, seperti: al-Adzim (Maha Agung), al-‘Ali (Maha Tinggi), al-Qawiy (Maha Kuat), al-Aziz (Maha Mulia), al-Qahhar (Maha Pemaksa), al-Mutakabbir (Maha Megah), dan lain-lain.
- Nama-nama yang berhubungan dengan ilmu Allah swt. Seperti: al-Alim (Maha Mengetahui), as-Sami’ (Maha Mendengar), al-Bashir (Maha Melihat), ar-Raqib (Maha Meneliti), al-Muhaimin (Maha Menjaga), al-Hakim (Maha Bijaksana), al-Khabir (Maha Waspada), as-Syahid (Maha Menyaksikan) dan al-Bathin (Maha Mengetahui yang tersembunyi)
- Nama-nama yang berhubungan dengan kekuasaan Allah SWT dan pengaturan-Nya atas segala sesuatu. Seperti: al-Qadir (Maha Kuasa), al-Waliy (Maha Melindungi), al-Malik (Maha Merajai), al-Fattah (Maha Pembuka), al-Wakil (Maha Pemelihara Penyerahan) dan lain-lain
- Nama-nama Allah lain yang tidak tercantum di dalam al-Qur’an tetapi merupakan sifat-sifat yang erat kaitannya dengan sifat atau perbuatan Allah Ta’ala yang disebutkan di dalam al-Qur’an. Seperti: al-Qabidl (Maha Pencabut), al-Baits (Maha Membangkitkan), al-Mubdi’u (Maha Memulai), al-Baqi (Maha Kekal) dan lain-lain.
- Nama-nama Allah lain yang terambil dari makna atau pengertian nama-nama yang terdapat di dalam al-Qur’anul karim, Seperti: an-Nur (Maha Bercahaya), ar-Rasyid (Maha Cendekiawan), al-Adl (Maha Adil), as-Shabbur (Maha Penyabar), al-Jalil (Maha Luhur), dan lain-lain.
Nama Allah Yang Teragung (al-Ismul A’dham)
Selain memiliki nama-nama yang baik ( al-Asma’ul husna), Allah SWT juga memiliki nama yang teragung ( al-ismul a’dlam) yang merupakan kalimat yang tersusun dari beberapa nama Allah SWT. Jikalau kalimat ini digunakan oleh seseorang untuk berdo’a kepada Allah Ta’ala dengan melengkapi semua syarat berdo’a sebagaimana ditentukan niscaya Allah akan mengabulkan do’a tersebut. Jadi nama Allah teragung itu bukanlah suatu rahasia yang tersembunyi atau seolah-olah sebagai suatu hal yang ghaib yang hanya diberikan atau diperlihatkan kepada orang-orang tertentu saja- sebagaimana anggapan sebagian orang- namun setiap orang dapat mengetahuinya.
Mengenai nama Allah yang teragung (al-ismul a’dlam) Rasulullah SAW menjelaskan dalam beberapa hadits, diantaranya sebagaimana yang tercantum di bawah ini.
Pertama: Hadits yang diriwayatkan dari Buraidah r,a, katanya:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ فَقَالَ لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ بِالِاسْمِ الَّذِي إِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى وَإِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ …… فِيهِ لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بِاسْمِهِ الْأَعْظَم (رواه ابو داود) قال الشيخ الألباني : صحيح
Sesungguhnya Rasulullah saw, mendengar seorang laki-laki berdo’a:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
(“Ya Allah! Sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu, hamba bersaksi bahwa sesungguhnya Engkau adalah Allah yang tidak ada tuhan selain Engkau yang satu, tempat meminta, tidak beranak dan diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Engkau”).
Lalu Rasulullah saw bersabda: “Sungguh engkau telah meminta kepada Allah dengan suatu nama yang apabila ada yang meminta dengannyan, Dia akan memberikannya dan apabila ada yang berdo’a dengannya, niscaya Dia akan mengabulkannya”. Dalam riwayat lain Rasulullah saw. berkata: sungguh engkau telah memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan nama-Nya yang agung”. (HR. Abu Dawud)
Kedua: Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang berbunyi:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدَ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ، الْمَنَّانَ بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَقَدْ سَأَلْتَ اللهَ بِاسْمِ اللهِ الْأَعْظَمِ الَّذِي إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ، وَإِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى (رواه ابن ماجه) قال الشيخ الألباني : حسن صحيح
Dari Anas bin Malik berkata: “Nabi saw. mendengar seorang yang berdo’a:
اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدَ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ، الْمَنَّانَ بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Ya Allah! Sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu, sesungguhnya milik-Mulah segala puji, tidak ada tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau, yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Mu, yang Maha Pemberi, Yang Menciptakan Langit dan Bumi, Yang Mempunyai Keagungan dan Kemuliaan.”
lalu Nabi bersabda: sungguh engkau telah meminta kepada Allah dengan nama-Nya yang Agung, jika ada yang meminta dengan menyebut dengannya niscaya akan memberi dan jika ada yang berdo’a dengannya niscaya Dia akan mengabulkannya.”
Perkara-perkara yang merusak nama-nama dan sifat-sifat Allah
Ada beberapa hal yang dapat merusak nama-nama dan sifat-sifat Allah , yaitu:
Pertama: Tahrif
Yang dimaksud dengan tahrif yaitu mengubah lafazh Al Asma’ul Husna dan Sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi atau makna-maknanya.
Tahrif ini dibagi menjadi dua:
- Tahrif dengan cara menambah, mengurangi, atau merubah bentuk lafazh.
Misalnya, lafadz ‘istawa’ (bersemayam) dirubah oleh kaum jahmiyyah,dengan istaula (menguasai) dalam firman Allåh :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى [طه : 5]
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy.
(Taa-haa: 5)
dan ayat-ayat semisalnya, yang terdapat dalam (Al-Furqaan: 59), (As-Sajdha: 4), (Al-Hadid: 4), (Ar-Ra’d: 2), (Yunus: 3), dan (Al-A’raaf: 54)
- Tahrif dengan cara merubah makna
Artinya, tetap membiarkan lafazh sebagaimana aslinya, tetapi melakukan perubahan terhadap maknanya. Contohnya adalah perkataan ahli bid’ah yang menafsirkan ghadhab (marah), dengan iradatul intiqam (keinginan untuk membalas dendam); Rahmah (kasih sayang), dengan iradatul in’am (keinginan untuk memberi nikmat); dan Al Yadu (tangan), dengan an ni’mah (nikmat).
Kedua: Ta’thil
Yang dimaksud dengan ta’thil yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian.
Contoh menolak secara keseluruhan adalah sikap sekte Jahmiyah, yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka menganggap bahwa siapa yang menetapkan nama dan sifat untuk Allah berarti dia musyrik.
Contok menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte Asy’ariyah atau Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.
Ketiga: Takyif
Yang dimaksud dengan takyif yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain.
Kita hanya wajib mengimani nama dan sifat Allah apa adanya, sebaliknya, kita dilarang untuk menggambarkannya.Karena hal ini tidak mungkin dilakukan makhluk. Untuk mengetahui bentuk dan hakikat sebuah sifat, hanya bisa diketahui dengan tiga hal:
- Melihat zat tersebut secara langsung. Dan ini tidak mungkin kita lakukan, karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala
- Ada sesuatu yang semisal zat tersebut, sehingga bisa dibandingkan. Dan ini juga tidak mungkin dilakukan untuk Dzat Allah, karena tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah. Maha Suci Allah dari hal ini.
- Ada berita yang akurat (khabar shadiq) dan informasi tentang Dzat dan sifat Allah. Baik dari Al Qur’an maupun hadis. Karena itu, manusia yang paling tahu tentang Allah adalah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun demikian, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menggambarkan bentuk dan hakikat sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keempat: Tamtsil/ Tasybih
Yang dimaksud dengan tamtsil atau tasybih ialah menyamakan Allah dengan makhluk-Nya atau menjadikan sesuatu yang menyerupai Allah Ta’ala dalam sifat-sifat Dzatiyah maupun Fi’liyah-Nya.
Tamtsil ini dibagi menjadi dua, yaitu :
Pertama, menyerupakan makhluk dengan Pencipta. Misalnya orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih putera Maryam dengan Allah Ta’ala dan orang-orang Yahudi yang menyerupakan ‘Uzair dengan Allah pula. Maha Suci Allah dari itu semua.
Kedua, menyerupakan Pencipta dengan makhluk. Contohnya adalah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah mempunyai wajah seperti wajah yang dimiliki oleh makhluk, memiliki pendengaran sebagaimana pendengaran yang dimiliki oleh makhluk, dan memiliki tangan sebagaimana tangan yang dimiliki oleh makhluk, serta penyerupaan-penyerupaan lain yang bathil. Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan. [Al-Kawasyif Al-jaliyah an Ma’ani Al-Wasithiyah, hal.86]
Firman Allah dalam surat asf-Shaafaat ayat 180 yang berbunyi:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ
Maha Suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz hafizhahullah berkata: Ada tasybih jenis ketiga, yaitu menyerupakan Sang Pencipta dengan ma’dumat, (sesuatu yang tidak ada), tidak sempurna dan benda-benda mati. Inilah tasybih yang dilakukan oleh orang-orang yang menganut paham Jahmiyah dan Mu’tazilah.
Dalam hal ini Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (Qs. Asy-Syuura: 11)
Narasumber utama artikel ini:
Zaini Munir Fadloli