Sesungguhnya orang yang menunjukkan kepada kebaikan itu, (pahalanya) seperti orang yang mengerjakannya.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam (sehingga menjadi kebiasaan ummat), maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk (sehingga menjadi kebiasaan ummat), maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR Bukhari Muslim dari Jarir ra).
Takhrij Hadis
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibn al-Mutsanna al-‘Anaziy, dari Muhammad ibn Ja’far, dari Syu’bah, dari ‘Aun ibn Juhaifah, dari al-Mundzir ibn Jarir, dari Jarir dari Rasulullah (Shahih Muslim, 5: 168). Selain dari Ja;ur tersebut. Imam Muslim juga meriwayatkan dari Zuhayr ibn Harb, dari Jarir ibn ‘Abdul Hamid, dari A’masy, dari Musa ibn Abdullah ibn Yazid dan Abi adh Dhuha, dari Abdurrahman ibn Hilal al-‘Absiy, dari Jarir ibn ‘Abdullah (Shahih Muslim, 13: 163). Hadis ini merupakan Hadis Shahih. Selain diriwayatkan oleh imam Muslim, hadis ini juga diriwayatkan oleh Nasai (Sunan al-Nasiy, 8: 329), Ibn Majah (Sunan Ibn Majah, 1: 236, 240), Tirmidzi (Sunan al-Tirmidzi, 9: 285), dan al-Baihaqi (al-Sunan al-Kubra, 4: 433, 435).
ِMufradat
Membuat, menetapkan, meletakkan : سَنَّ
Sirah (peri kehidupan, perilaku), : سُنَّةً
thariqah (Jalan, cara, metode), thabi’ah (watak, tabiat).
dosa, beban: وِزْرُ
Asbabul Wurud
Paling tidak ada dua riwayat mengenai sebab turunnya hadis ini, keduanya terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
(MUSLIM – 4830) :
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir bin ‘Abdul Hamid dari Al A’masy dari Musa bin ‘Abdullah bin Yazid dan Abu Adh Dhuha dari ‘Abdurrahman bin Hilal Al ‘Absi dari Jarir bin ‘Abdullah dia berkata; “Pada suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Lalu Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau.” Jarir berkata; ‘Tak lama kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu, datanglah beberapa orang sahabat yang turut serta menyumbangkan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang Arab badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Barang siapa dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun.’
(Muslim -1691):
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna Al Anazi telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja’far Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Aun bin Abu Juhaifah dari Al Mundzir bin Jarir dari Jarir ia berkata; Pada suatu pagi, ketika kami berada dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datang segerombongan orang tanpa sepatu, dan berpakaian selembar kain yang diselimutkan ke badan mereka sambil menyandang pedang. Kebanyakan mereka, mungkin seluruhnya, berasal dari suku Mudlar. Ketika melihat mereka, wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terharu lantaran kemiskinan mereka. Beliau masuk ke rumahnya dan keluar lagi. Maka disuruhnya Bilal adzan dan iqamah, sesudah itu beliau shalat. Sesudah shalat, beliau berpidato. Beliau membacakan firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian” (QS. An-Nisa’ ayat 1),
kemudian ayat yang terdapat dalam surat Al Hasyr:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Tahu apa yang kamu ketahui”. (al-Hasyr 18).
“Mendengar khutbah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu, serta merta seorang laki-laki menyedekahkan dinar dan dirhamnya, pakaiannya, satu sha’ gandum, satu sha’ kurma sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Meskipun hanya dengan setengah biji kurma.” Maka datang pula seorang laki-laki Anshar membawa sekantong yang hampir tak tergenggam oleh tangannya, bahkan tidak terangkat. Demikianlah, akhirnya orang-orang lain pun mengikuti pula memberikan sedekah mereka, sehingga kelihatan olehku sudah terkumpul dua tumpuk makanan dan pakaian, sehingga kelihatan olehku wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berubah menjadi bersinar bagaikan emas. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”
Kandungan Hadis
Hadis ini memberikan kedudukan istimewa bagi orang pertama yang membuat inovasi, menunjukkan jalan, memberikan suatu contoh terhadap perbuatan tertentu, menciptakan kebiasaan tertentu di masyarakat, atau membuat aturan yang diikuti orang lain. Bila inovasi, contoh atau perbuatan tersebut merupakan hal baik, maka ia akan mendapatkan pahala berkali lipat, yang meliputi pahalanya sendiri karena melakukan hal baik tersebut, dan kumpulan seluruh pahala dari orang-orang yang mengerjakan perbuatan tersebut. Keteladanan yang ia lakukan, dan contoh amal baik yang ia perbuat akan menjadi shodaqah jariyah yang akan senantiasa mengalir pahalanya. Keteladannya menjadi shodaqah bagi dirinya, karena shadaqah artinya adalah bukti, yaitu bukti keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt. Keteladanan dan perbuatan baik yang ia lakukan adalah bukti akan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt. Ini sesuai dengan sabda Nabi saw:
إِنَّ الدَّالَّ عَلَى الْخَيْرِ كَفَاعِلِهِ
“Sesungguhnya orang yang menunjukkan kepada kebaikan itu, (pahalanya) seperti orang yang mengerjakannya”. (Hadis Shahih dari Anas bin Malik, diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ahmad ibn Hanbal dan Thabrani).
Akan tetapi sebaliknya, bila contoh dan teladan yang ia berikan merupakan jalan yang tidak sesuai dengan ajaran agama, menyimpang dari kebenaran dan cenderung kepada memperturutkan hawa nafsu, maka ia juga akan mendapatkan dosa dan beban yang berlipat ganda, yaitu dosanya sendiri dan dosa orang orang yang termotivasi mengikuti perbuatan munkar tersebut.
Menurut Imam Nawawi (Syarh al-Nawawiy ‘ala Muslim, 3: 461), hadis tersebut merupakan takhsis (pengkhususan) terhadap hadis nabi:
وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
“Dan sejelek jelek perkara adalah hal-hal yang baru, setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan di dalam neraka” (HR. Nasai).
Menurut Imam Nawawi, muhdatsat (hal baru) yang dilarang dalam hadis ini adalah muhdatsat yang batil, dan bid’ah yang terlarang adalah bid’ah yang sesat. An-Nawawi (3: 247) menjelaskan bahwa secara bahasa, bid’ah artinya: “semua hal yang dikerjakan tanpa ada contoh sebelumnya”. Sehingga karenanya, bid’ah terdiri dari lima macam, yaitu: wajib, mandub, mubah, makruh dan haram. Bid’ah wajib dicontohkan dengan konstruksi dalil dalil yang dibangun oleh para ahli kalam untuk menolak dan membantah teori orang ateis dan ahli bid’ah. Bid’ah mandub contohnya adalah menyusun kitab kitab ilmu pengetahuan, dan membangun madrasah. Bid’ah mubah contohnya keleluasaan untuk memberi warna pada makanan. Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa menurut imam Nawawi, perbuatan baik walaupun belum ada contoh sebelumnya, bila bukan merupakan hal batil dan sesat, tidaklah dikategorikan sebagai bid’ah dholalah. Kata وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ walau diartikan dengan ‘setiap/semua bid’ah adalah sesat’, tetapi ada bid’ah yang tidak yang tidak sesat. Menurut imam Nawawi, kata وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ didalamnya terdapat pengkhususan, sebagaimana pemakaian kata كُلُّ pada ayat
بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا
“Bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya.” (al-ahqaf ayat 24-25).
Pada ayat ini, segala sesuatu كُلَّ شَيْءٍ akan dihancurkan oleh angin, tetapi tetap ada pengecualian hal yang tidak dapat dihancurkan oleh angin tersebut.
Narasumber utama artikel ini:
Agung Danarto