banner 728x90

Tuntunan Shalat Kusufain (Shalat Gerhana Matahari / Bulan)

 

 

“Pada shalat gerhana Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam menyaringkan bacaannya.
Dan dikerjakannya empat kali ruku’ dalam dua raka’at serta empat kali sujud.”

[HR. al-Bukhari dan Muslim, lafadz Muslim dari Aisyah ra.]

Dari al-Mughirah Ibn Syu‘bah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata:

Terjadi gerhana matahari pada hari meninggalnya Ibrahim. Lalu ada orang yang mengatakan terjadinya gerhana itu karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan kerjakan salat sampai matahari itu terang (selesai gerhana)

[HR al-Bukhari].

 

Dasar Syar‘i Shalat Gerhana

Dasar syar‘i shalat gerhana matahari dan gerhana bulan ditunjukkan oleh sejumlah hadis, antara lain,

عن عَائِشَةَ أَنَّ الشَّمْسَ خَسَفَتْ على عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَبَعَثَ مُنَادِيًا الصَّلاَةَ جَامِعَةً فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ في رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعِ سَجَدَاتٍ [رواه البخاري واللفظ له ، ومسلم ، وأحمد

Artinya: Dari Aisyah (diriwayatkan) bahwa pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw, maka ia lalu menyuruh orang menyerukan “ash-shalatu jami‘ah”. Kemudian beliau maju, lalu mengerjakan salat empat kali rukuk dalam dua rakaat dan empat kali sujud [HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad].

عن أبي مَسْعُودٍ قال قال النبي صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ من الناس وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ فإذا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا [رواه البخاري ومسلم

Artinya: Dari Abu Mas’ud r.a., ia berkata: Nabi saw telah bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua tanda kebesaran Allah. Maka apabila kamu melihat gerhana keduanya, maka berdirilah dan kerjakan salat [HR al-Bukhari dan Muslim].

Hadis pertama merupakan sunnah fikliah yang menggambarkan perbuatan Rasulullah saw melakukan shalat saat terjadinya gerhana. Hadis kedua merupakan sunnah kauliah yang berisi perintah Nabi saw untuk melakukan shalat pada saat terjadinya gerhana.

Istilah gerhana dalam hadis-hadis disebut kusuf atau khusuf dan kedua istilah ini dalam hadis dapat dipertukarkan penggunaannya. Hanya saja dalam literatur fikih dan di kalangan fukaha, biasanya kata kusuf digunakan untuk menyebut gerhana matahari dan khusuf untuk menyebut gerhana Bulan. Sering juga digunakan bentuk ganda “kusufain” untuk menyebut gerhana matahari dan gerhana bulan sekaligus.

Cara Melaksanakan Salat Kusufain
  1. Apabila terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, maka dilaksanakan salat kusuf dan Imam menyerukan ash-shalatu jami‘ah. Salat kusuf dilaksanakan berjamaah, serta tanpa azan dan tanpa iqamah.

Dasarnya adalah hadis ‘Aisyah yang dikutip terdahulu di mana Imam menyerukan salat berjamaah, dan dalam hadis itu tidak ada azan dan iqamah.

  1. Salat kusufain dilakukan dua rakaat yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan rukuk, qiyam dan sujud dua kali pada masing-masing rakaat.

Dasarnya adalah hadis Aisyah yang telah dikutip di atas, dan juga hadis an-Nasa’i berikut,

عن عَائِشَةَ قالت كَسَفَتْ الشَّمْسُ فَأَمَرَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَجُلاً فَنَادَى أَنْ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَكَبَّرَ … … … ثُمَّ تَشَهَّدَ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ فِيهِمْ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ فَأَيُّهُمَا خُسِفَ بِهِ أو بِأَحَدِهِمَا فأفزعوا إلى اللَّهِ عز وجل بِذِكْرِ الصَّلاَةِ [رواه النسائي

Artinya: Dari ‘Aisyah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari lalu Rasulullah saw memerintahkan seseorang menyerukan ash-shalata jami‘ah. Maka orang-orang berkumpul, lalu Rasulullah saw salat mengimami mereka. Beliau bertakbir … … …, kemudian membaca tasyahhud, kemudian mengucapkan salam. Sesudah itu beliau berdiri di hadapan jamaah, lalu bertahmid dan memuji Allah, kemudian berkata: Sesungguhnya matahari dan Bulan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Maka apabila yang mana pun atau salah satunya mengalami gerhana, maka segeralah kembali kepada Allah dengan zikir melalui salat [HR al-Bukhari].

  1. Pada masing-masing rakaat dibaca al-Fatihah dan surat panjang dengan jahar (oleh imam).
  1. Setelah membaca al-Fatihah dan surat, diucapkan takbir, kemudian rukuk dengan membaca tasbih yang lama, kemudian mengangkat kepala dengan membaca sami‘allahu liman hamidah, rabbana wa lakal-hamd, kemudian berdiri lurus, lalu membaca al-Fatihah dan surat panjang tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian bertakbir, lalu rukuk sambil membaca tasbih yang lama tetapi lebih singgkat dari yang pertama, kemudian bangkit dari rukuk dengan membaca sami‘allahu liman hamidah rabbana wa lakal-hamd, kemudian sujud, dan setelah itu mengerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama.

Dasar butir ke-3 dan ke-4 adalah,

عن عَائِشَةَ أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم جَهَرَ في صَلاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ في رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ [رواه البحاري ومسلم ، واللفظ له

Artinya: Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw menjaharkan bacaannya dalam salat khusuf; beliau salat dua rakaat dengan empat rukuk dan sujud [HR al-Bukhari dan Muslim, lafal ini adalah lafal Muslim].

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم جَهَرَ بِالْقِرَاءَةِ فِي صَلاةِ الْكُسُوفِ [رواه ابن حبان والبيهقي وأبو نعيم في المستخرج

Artinya: Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw menjaharkan bacaannya dalam salat kusuf [HR Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan Abu Nu‘aim dalam al-Mustakhraj].

عن عَائِشَةَ زَوْجِ النبي صلى الله عليه وسلم قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في حَيَاةِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَخَرَجَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إلى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ الناس وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فقال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قام فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى من الْقِرَاءَةِ اْلأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً هو أَدْنَى من الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ -ولم يذكر أبو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ- ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ اْلأُخْرَى مِثْلَ ذلك حتى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قبل أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قام فَخَطَبَ الناس فَأَثْنَى على اللَّهِ بِمَا هو أَهْلُهُ ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلاَةِ [رواه مسلم

Artinya: Dari ‘Aisyah, isteri Nabi saw, (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada masa hidup Nabi saw. Lalu beliau keluar ke mesjid, kemudian berdiri dan bertakbir dan orang banyak berdiri bersaf-saf di belakang beliau. Rasulullah saw membaca (al-Fatihah dan surat) yang panjang, kemudian bertakbir, lalu rukuk yang lama, kemudian mengangkat kepalanya sambil mengucapkan sami‘allahu liman hamidah rabbana wa lakal-¥amd, lalu berdiri lurus dan membaca (al-Fatihah dan surat) yang panjang, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian bertakbir lalu rukuk yang lama, namun lebih pendek dari rukuk pertama, kemudian mengucapkan sami‘allahu liman hamidah, rabbana wa lakal-hamd, kemudian beliau sujud. [Abu Thahir tidak menyebutkan sujud]. Sesudah itu pada rakaat terakhir (kedua) beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama, sehingga selesai mengerjakan empat rukuk dan empat sujud. Lalu matahari terang (lepas dari gerhana) sebelum beliau selesai salat. Kemudian sesudah itu beliau berdiri dan berkhutbah kepada para jamaah di mana beliau mengucapkan pujian kepada Allah sebagaimana layaknya, kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka segeralah salat [HR al-Bukhari].

Perlu dijelaskan bahwa dua frasa faqtara’a qira’atan tawilatan dalam hadis Muslim yang disebutkan terakhir di atas diinterpretasi sebagai membaca al-Fatihah dan suatu surat panjang, karena tidak sah shalat tanpa membaca al-Fatihah. Karena frasa pertama difahami sebagai membaca al-Fatihah dan surat panjang, maka frasa kedua yang sama dengan frasa pertama tentu juga difahami sama. Jadi pada waktu berdiri pertama dalam rakaat pertama dibaca al-Fatihah dan surat panjang, maka pada berdiri kedua dalam rakaat pertama juga dibaca al-Fatihah dan surat panjang.

Pemahaman seperti ini dikemukakan oleh sejumlah ulama. Imam asy-Syafi’’i dalam kitab al-Umm menyatakan sebagai berikut,

Dalam shalat kusuf imam berdiri lalu bertakbir kemudian membaca al-Fatihah seperti halnya dalam shalat fardu. Kemudian pada berdiri pertama setelah al-Fatihah, imam membaca surat al-Baqarah jika ia menghafalnya atau kalau tidak hafal, membaca ayat al-Quran lain setara surat al-Baqarah. Kemudian ia rukuk yang lama …, kemudian bangkit dari rukuk sambil membaca sami‘allahu liman hamidah rabbana wa lakal-hamd, kemudian membaca Ummul-Quran dan surat setara dua ratus ayat al-Baqarah, kemudian rukuk …dan sujud. Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, lalu membaca Ummul-Quran dan ayat setara seratus lima puluh ayat al-Baqarah, kemudian rukuk …, lalu bangkit dari rukuk, lalu membaca Ummul-Quran dan ayat setara seratus ayat bal-Baqarah, kemudian rukuk … dan sujud [al-Umm, I: 280].

Kemudian asy-Syafi‘i menjelaskan lagi bahwa apabila tertinggal membaca surat dalam salah satu dari dua berdiri itu, maka salatnya sah apabila ia membaca al-Fatihah pada permulaan rakaat dan sesudah bangkit dari rukuk pada setiap rakaat. Apabila ia tidak membaca al-Fatihah dalam satu rakaat salat kusuf pada berdiri pertama atau pada berdiri kedua, maka rakaat itu dianggap tidak sah. Namun ia meneruskan rakaat berikutnya, kemudian melakukan sujud sahwi, seperti halnya apabila ia tidak membaca al-Fatihah dalam salah satu rakaat pada shalat fardu di mana rakaat itu tidak sah [al-Umm, I: 280].

Hal yang sama dikemukakan pula oleh fukaha-fukaha yang lain.

Al-‘Abdar³ (w. 897/1492), seorang fakih Maliki, mengutip al-Maziri yang menegaskan bahwa setelah bangkit dari rukuk dibaca al-Fatihah dan suatu surat panjang, dan pada rakaat kedua juga demikian, artinya membaca al-Fatihah sebelum membaca masing-masing surat [at-Taj wa al-Iklil, II: 201].

Ibnu Qudamah (w. 620/1223) dalam dua kitab fikihnya juga menegaskan bahwa setelah bangkit dari rukuk pertama dibaca al-Fatihah dan surat pendek baik pada rakaat pertama maupun pada rakaat kedua [al-Kafi, I: 337-338; dan al-Mughni, II: 143].

  1. Setelah selesai salat gerhana imam berdiri sementara para jamaah masih duduk, dan menyampaikan khutbah yang berisi wejangan serta peringatan akan tanda-tanda kebesaran Allah serta mendorong mereka memperbanyak istighfar, sedekah dan berbagai amal kebajikan. Khutbahnya satu kali karena dalam hadis tidak ada pernyataan khutbah dua kali.

Dasarnya adalah:

عَائِشَةَ أنها قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالنَّاسِ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قام فَأَطَالَ الْقِيَامَ وهو دُونَ الْقِيَامِ اْلأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وهو دُونَ الرُّكُوعِ اْلأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ما فَعَلَ في اْلأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ وقد انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ الناس فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ ينخسفان لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمْ ذلك فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا … … … [رواه البخاري ، واللفظ له ، ومسلم ومالك

Artinya: Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw. Lalu beliau salat bersama orang banyak. Beliau berdiri dan melamakan berdirinya kemudian rukuk dan melamakan rukuknya, kemudian berdiri lagi dan melamakan berdirinya, tetapi tidak selama berdiri yang pertama. Kemudian beliau rukuk dan melamakan rukuknya, tetapi tidak selama rukuk yang pertama, kemudian sujud dan melamakan sujudnya. Kemudian pada rakaat kedua beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama. Kemudian beliau menyudahi salatnya sementara matahari pun terang kembali. Kemudian beliau berkhutbah kepada jamaah dengan mengucapkan tahmid dan memuji Allah, serta berkata: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, salat dan bersedekahlah… … … [al-Bukhari, lafal ini adalah lafalnya, juga Muslim dan Malik].  

… فإذا رَأَيْتُمْ منها شيئا فَافْزَعُوا إلى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ [رواه البخاري ومسلم عن أبي موسى

Artinya: …Maka apabila kamu melihat hal tersebut terjadi (gerhana), maka segeralah melakukan zikir, do‘a dan istigfar kepada Allah [HR al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa].

 

Waktu Pelaksanaan Salat Kusufain

Salat kusufain dilaksanakan pada saat terjadinya gerhana, berdasarkan beberapa hadis antara lain,

عَنِ الْمُغِيرَةِ بنِ شُعْبَةَ قال انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يوم مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فقال الناس انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إبراهيم فقال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حتى يَنْجَلِيَ [رواه البخاري

Artinya: Dari al-Mughirah Ibn Syu‘bah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Terjadi gerhana matahari pada hari meninggalnya Ibrahim. Lalu ada orang yang mengatakan terjadinya gerhana itu karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan kerjakan salat sampai matahari itu terang (selesai gerhana) [HR al-Bukhari].

Dalam hadis ini digunakan kata idz (إذا) yang merupakan zharf zaman (keterangan waktu), sehingga arti pernyataan hadis itu adalah: Bersegeralah mengerjakan shalat pada waktu kamu melihat gerhana yang merupakan tanda kebesaran Allah itu. Yang dimaksud dengan gerhana di sini adalah gerhana total (al-kus­f al-kulli), gerhana sebagian (al-kusuf al-juz‘i) dan gerhana cincin (al-kusuf al-halqi) berdasarkan keumuman kata gerhana (kusuf).

Ibn Qudamah menegaskan, waktu shalat gerhana itu adalah sejak mulai kusuf hingga berakhirnya. Jika waktu itu terlewatkan, maka tidak ada kada (qadha) karena diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda, Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan kerjakan salat sampai matahari itu terang (selesai gerhana). Jadi Nabi saw menjadikan berakhirnya gerhana sebagai akhir waktu shalat gerhana … Apabila gerhana berakhir ketika shalat masih berlangsung, maka shalatnya diselesaikan dengan dipersingkat … Jika matahari terbenam dalam keadaan gerhana, maka berakhirlah waktu shalat gerhana dengan terbenamnya matahari, demikian pula apabila matahari terbit saat gerhana bulan (di waktu pagi) [Al-Mughni, II: 145].

Imam ar-Rafi‘i menegaskan, Sabda Nabi saw Apabila kamu melihat gerhana, maka salatlah sampai matahari terang (selesai gerhana) menunjukkan arti bahwa salat tidak dilakukan sesudah selesainya gerhana. Yang dimaksud dengan selesainya gerhana adalah berakhirnya gerhana secara keseluruhan. Apabila matahari terang sebagian (baru sebagian piringan matahari yang keluar dari gerhana), maka hal itu tidak ada pengaruhnya dalam syarak (maksudnya waktu salat gerhana belum berakhir) dan seseorang (yang belum melaksanakan salat gerhana) dapat melakukannya, sama halnya dengan gerhana hanya sebagian saja (V: 340).

Imam an-Nawawi (w. 676/1277) menyatakan, “Waktu salat gerhana berakhir dengan lepasnya seluruh piringan matahari dari gerhana. Jika baru sebagian yang lepas dari gerhana, maka (orang yang belum melakukan salat gerhana) dapat mengerjakan salat untuk gerhana yang tersisa seperti kalau gerhana hanya sebagian saja [Raudlat at-Thalibin, II: 86].

Orang Yang Melakukan Salat Gerhana

Dari penegasan di atas, dapat difahami bahwa salat kusufain dilakukan oleh orang yang berada pada kawasan yang mengalami gerhana. Sedangkan orang di kawasan yang tidak mengalami gerhana tidak melakukan salat kusufain. Dasarnya adalah hadis yang disebutkan terakhir di atas yang mengandung kata fa’idza ra’aitum (manakala kamu melihat), yaitu mengalami gerhana secara langsung, serta kenyataan bahwa Rasulullah saw melaksanakan salat gerhana ketika mengalaminya secara langsung. Hal ini sesuai pula dengan interpretasi para fukaha bahwa apabila gerhana berakhir, berakhir pula waktu salat gerhana, dan apabila matahari tenggelam dalam keadaan gerhana juga berakhir waktu salat gerhana matahari.

Tenggelamnya matahari jelas terkait dengan lokasi atau kawasan tertentu sehingga orang yang tidak lagi mengalami gerhana karena matahari telah tenggelam di balik ufuk, tidak melakukan salat gerhana. Begitu pula pula apabila gerhana bulan terjadi di waktu pagi menjelang terbitnya matahari, maka waktu salat gerhana bulan berakhir dengan terbitnya matahari.

Ibn Taimiyyah (w. 728/1328) menegaskan,

فإن صَلاَةَ اْلكُسُوْفِ وَاْلخُسُوْفِ لاَ تُصَلَّى إِلاَّ إِذَا شَاهَدْناَ ذَلِكَ [مجموع الفتاوى ، 24: 258

Sesungguhnya salat gerhana matahari dan gerhana Bulan tidak dilaksanakan kecuali apabila kita menyaksikan gerhana itu [Majmu‘ al-Fatawa, 24: 258].

 

Perempuan juga ikut melaksanakan salat gerhana karena keumuman perintah melaksanakan salat gerhana dalam hadis-hadis yang dikutip di atas.

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Sumber artikel:

Fatwa Tarjih (fatwatarjih.com)

 

banner 468x60